RUMAHMaghfur Saan
memasuki 
rumah, aku harus melewati bukit-bukit
sambil mengeja satu persatu, kunaiki tangga waktu
mulutku komat-kamit menghafal doa
yang dikirim  
pepohonan dan memungut daun-daun
untuk membalut luka  sejarah panjang 
ibuku telah mengajariku bagaimana cara 
berpegang batu-batu
dan menyapa angin yang setia menjaga musim
tangga ke berapa sekarang?
tak ada catatan apa-apa yang kubawa
selain sketsa wajah ibu yang mungkin sudah beralih rupa
itukah  halaman  rumahku telah  menghampar 
di  pelupuk mata,  atau  hanya fatamorgana,
serupa  oase  di  depan musyafir dahaga?
rupanya akar-akar jaman telah melilit semua 
jendela dan pintu sedang pada ranting-ranting yang melapuk, 
bergelantungan kunci-kuncinya
tapi  siapa  yang tiba-tiba mencuri  angka-angkanya 
di saku bajuku?
mungkin ini saatnya aku  ditasbihkan
menjadi pengembara yang papa?
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar