Jerit Tangis Anak JalananRizal Shidiq MuttaqinKetika fajar menyingsingku awali hari-hariku dengan senyuman,kumulai pekerjaanku,dengan ditemani gitar kecilku,lantunan lagu yang kunyanyikanhanya untuk mengumpulkan uang kertas lucahdan uang logam recehanuntuk membeli sebungkus nasitak peduli panas terik mataharitak kupikirkan hujan membasahikutak peduli perut ikut bernyanyijuga tak peduli orang-orang mencemoohikuyang ada dipikirankuhanyalah uang kertas lucah dan uang recehanApakah ini yang dinamakan Hidup?betapa pahit hidupkuyang tak memiliki tempat berteduhuntuk mencurahkan isi kalbukarena aku jauh dari kasih sayang ayah dan ibuDitengah keramaian kota Metropolitanselalu kesepian dalam keramaianaku tak pernah menyangkahidupku hanayalah sebatang karahidup dibawah kolong jembataninikah yang dinamakan hidup?EGOIS !dunia ini memaksaku untuk bekerjapadahal,dunia seusiaku adalah bermaintetapi,AKU!aku hanya seorang anak jalananyang hanya mengamen dengan ditemani gitar kecilkudipersimpangan lampu merahaku ingin seperti anak lainnyahidup serba ada,hidup serba mewahyang bisa bermain bersama teman disekolah,mendapat kasih sayang orang tua,mendapat pelukan hangat dari seorang ayah,dan belaian lembut seorang ibutetapi,aku tak kan pernah kesepiankarena aku mempunyai guru yang hebatdia adalah teman teman anak jalanyang selalu mengisi hari-hariku dengan keceriaan,canda dan tawa selalu menyertaikuselalu mengajarkankuuntuk selalu mensyukuri hidup ini,danmengajarkanku MAKNA HIDUPGarut,19 Januari 2013
Tampilkan postingan dengan label Rizal Shidiq Muttaqin. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rizal Shidiq Muttaqin. Tampilkan semua postingan
Minggu, 24 Februari 2013
Puisi Jerit Tangis Anak Jalanan | Rizal Shidiq Muttaqin
Selasa, 15 Januari 2013
Puisi Merindukan Kehadiran Ayah | Rizal Shidiq Muttaqin
Merindukan Kehadiran AyahRizal Shidiq MuttaqinAyah..Dari sejak lahir aku kau besarkantapi mengapa?sekarang aku kau tinggalkankini aku menjadi seorang anak yatimAyah..apa kita akan bertemu lagi?Hanya Allah-lah yang akan mempertemukan kitaAyah..aku merindukan kasih sayangmu lagitapi mengapa?Allah berkehendak lainDia telah memisahkan kitaYa Allah..!Apakah ini takdirku?tapi mengapa?takdirku sangat pahit sekali,aku harus ditinngal sang ayahAyah..aku tidak bisa membalas kebaikankuyang bisa kulakukan hanyalah berdoa,doa yang ku ucapkan pada setiap sujudkuagar kita kelak berkumpul di Syurgadi tempat yang sangat indah bersama ayah,bunda,aku,dan kakakdan aku hanya dapat berkata I MISS YOU FOREVER DADJanuari 2013
Senin, 17 Desember 2012
Puisi Kejamnya Israel | Rizal Shidiq Muttaqin
Kejamnya Israel
Rizal Shidiq Muttaqin
kau telah membuat mereka gelisah
kau telah membuat mereka menangis
kau telah membuat mereka sakit
dan kau telah membuat mereka menjadi hancur
kau hancurkan kehidupan mereka
kau hancurkan cita-cita mereka
betapa kejamnya engkau
biadab. . .
kau telah membuat meneterskan air mata
bukan satu atau dua tetesan
tapi berjuta juta tetesan air mata
air mata yang selama ini mereka bendung
tapi kau membuat pecah dan berbekas
hidupnya tak lagi tenang
setiap hari kau membuatnya berdebar
kau telah mengambil ketenangan mereka,
ketenangan mereka menghafal al-Quran
tetapi kau ambil ketenangan itu
siang dan malam mereka tidak bisa tidur nyenyak,
karena mereka tidak akan pernah mundur untuk menghadapi seranganmu. . .
betapa biadabnya . . .
kau telah melenyapkan harta mereka,
bukan hanya harta yang kau lenyapkan nyawa sekalipun,
kau melenyapkan ayah mereka,ibu mereka,teman mereka,dan keluarga mereka
bahakan,kau hancurkan tempat menimba ilmu,kau hancurkan tempat berteduh
dan kau hancurkan tempat ibadah mereka hingga luluh lantang,
karena bom dan roket-roketmu yang kau ledakan,
sedangkan mereka hanya bersejatakan batu
apakah kau tidak malu?
sungguh,kau tak punya hati
hatimu lebih keras dari koral jalanan
hancurlah kau israel
Ya.. Rabb!
bantulah saudara-saudaraku di Palestina
berikanlah mereka kekuatan,kesabaran,dan pertahanan
untuk menghadapi serangan itu
Ya.. Rabb!
Binasakanlah Israel,binasakanlah israel,binasakanlah israel
sebagai balasan apa yang telah mereka lakukan. . . .