Langkahan Berdarah di Bibir Malam
Jansori Andesta
rentet suara tembak memecah kelam
hujan peluru sadarkan alam
amuk memburu jelmakan dentam
sontak tergerak kulirik waktu, jarum tertuju delapan malam
—
ahai, Langkahan kini mencekam
miriskan hati pada jiwa jiwa yang terancam
satu tewas
satu kritis
terasa dingin tubuh terhujam
pancarkan darah dari luka luka yang dalam
—
Langkahan gelisah
Langkahan berdarah
Langkahan bangkit amarah
—
kawan, cari tahu siapa tangan
bikin rusuh
tiada malu
lumurkan debu pada wajah Bunda yang muram
tanggungkan malu pada Sang Alam
cari tahu
lalu tangkap jangan bebaskan
jadikan tawan beri hukuman
sembuhkan luka
tenangkan jiwa Langkahan dendam
—
kini Langkahan kian mencekam
kini Langkahan kian mendendam
tahankan luka pancarkan darah pada jiwa terhujam
terbungkus kelam di bibir malam
03feb2012
ket :
tragedi penembakan di Langkahan, Aceh Utara
satu tewas, satu kritis dan masih dalam perawatan
belum diketahui siapa pelaku dan apa motif di balik penembakan
pelaku dikabarkan berjumlah 5 orang menggunakan senjata laras panjang
Tampilkan postingan dengan label kompasiana. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kompasiana. Tampilkan semua postingan
Kamis, 16 Februari 2012
Puisi Langkahan Berdarah di Bibir Malam | Jansori Andesta
Permisi Tuan, Apakah Ini Republik Toilet? | Arrie Boediman La Ede
Permisi Tuan, Apakah Ini Republik Toilet?
Arrie Boediman La Ede
Permisi Tuan,
saya mau memeriksa catatan harian saya tentang Anda
selanjutnya saya juga akan memeriksa kamar tidur hingga ke ruang kerja Anda
tak lupa pula sayapun akan memeriksa daftar kepurapuraan Anda
saya juga tidak akan lupa memeriksa daftar kekeliruan Anda
hm, mungkin sayapun akan memeriksa kamar toilet Anda
Permisi lagi Tuan,
saya mau bertanya kepada Anda
satu, khoq catatan harian saya Anda buang ke-sebuah toilet?
dua, khoq di ranjang Anda kini dipasangi toilet?
tiga, khoq di meja kerja Anda dipasangi toilet juga?
empat, khoq kepurapuraan Anda pun telah dipenuhi dengan toilet?
lima, wah khoq di kamar toilet Anda tak ada toiletnya?
Tuan, Anda pemimpin bukan?
tapi kenapa kita-kita merasa tidak punya pemimpin?
karena kita-kita di sini tahunya hanya partai Anda
karena kita-kita di sini tahunya Anda hanya mengurus partai Anda
karena kita-kita di sini juga tahunya bahwa orang-orang di partai Anda semakin ramai memamerkan toiletnya dimana-mana
Tuan,
apakah ini dikarenakan bahwa negeri ini sedang memproduksi secara massal toilet?
apakah toilet-toilet itu akan Anda ekspor?
atau hanya sekadar dietalasekan pada supermal-supermal milik kaum kapitalis borjuis?
atau, Anda mau jejalkan secara paksa toilet-toilet itu ke-dalam mulut beratus-ratus juta rakyat disebuah pasar rakyat?
itukah produk rezimmu yang kau bangga-banggakan kali ini, Tuan?
Permisi lagi Tuan,
saya akan memeriksa kembali catatan harian saya yang semakin dipenuhi dengan toilet-toilet
Maaf Tuan,
ternyata dicatatan harian ini telah tertulis juga
: bahwa, parlemen-parlemen Anda semakin bingung meletakkan produksi toiletnya
: bahwa, jual beli hukum telah dilakukan dalam sebuah toilet yang katanya atas seijin Anda
Maaf beribu-ribu maaf Tuan
sekali lagi saya akan memeriksa toilet Anda
: ups, maaf…..maafffff, siapakah Anda sebenarnya Tuan?
Permisi,
serambi sentul 08 februari 2012
Puisi Salam Kemiskinan Buat Tuan Presiden
Salam Kemiskinan Buat Tuan Presiden
Tante Paku
Melihat geliat para pejabatmu ya tuan Presiden
terpanggilku tuk tuliskan puisi ini
betapa sikap mereka seperti dewa
yang berdiri di atas semboyan-semboyan yang tak bisa ditawar
Kan kusinggahi istanamu ya tuan Presiden
kan kubawakan sebakul buah dari desa
yang kupikul lewati trotoar tak ramah
dengan keringat yang siap diperas
sebab terik matahari begitu menyengat kotamu
Di tengah protes kaum terpelajar
gerombolan berseragam muncul dari pelataran istanamu
bak penyamun terlatih memperkosa diriku dengan rakusnya
sebakul buah ini tumpah ruah
Aku bukan demontrans yang memprotes kebijaksanaan
namun segerombolan srigala lapar menatapku curiga
“Di manakah keadilan?” tanyaku pada mereka
Aku tersungkur hilang arah
gelap baik buruk dosa
silih berganti mengisi samarku
yang kudengar hanya suara-suara penuh belatung
Tercampakku di tepi istanamu ya tuan Presiden
jiwa ini tersadar mencari pijakan
rohku mengembara mencari Tuhan
Pulang ke desa adalah pilihan
tuan Presiden aku sampaikan salam kemiskinan
akan kuajak kerabatku untuk berburu
mencari garudaku yang hilang
di manakah kau sembunyikan tuan Presiden?
10212