Foto Pak Raden Dan Si Unyil |
Pasalnya royalti dari hak cipta Si Unyil tidak pernah didapatkan sedikitpun. Padahal pada tanggal 14 Desember 1995, ia membuat kesepakatan penyerahan hak cipta atas nama Suyadi kepada Perusahaan Umum Produksi Film Negara (PPFN). Pada Pasal 7 surat perjanjian tertulis itu, kesepakatan kedua belah pihak berlaku selama 5 tahun terhitung sejak ditandatanganinya perjanjian tersebut. Namun, PPFN menganggap bahwa perjanjian penyerahan hak cipta tersebut tetap pada PPFN untuk selamanya.
Pada sebuah acara yang diadakan teman-teman pak raden untuk mendapatkan hak royalti boneka Si Unyil Pak Raden menghibur para pengunjung.
Dengan menggunakan kursi roda dan disaksikan oleh para penggemarnya, Pak Raden melantunkan sejumlah lagu yang pernah dipopulerkannya di masa lalu. Pria kelahiran 28 November 1932 di Jember, Jawa Timur, itu tetap enerjik menyanyikan lagu "Sol Do Iwak Kebo" di depan teras rumahnya. "Saya baru sadar, setiap bangun tidur saya mulai dengan menyanyi," kata Pak Raden, yang menyebut Si Unyil sebagai sebuah kegagalan.
Ia mengatakan, kalaupun menerima pendapatan dari karakter itu, ia mendapatkannya dari honor mengisi suara di program "Laptop Si Unyil". "Saya tidak menerima satu sen pun," ujarnya mengenai royalti atas tokoh anak-anak tersebut.
Dukungan hak royalti Si Unyil juga diperjuangkan musisi kenamaan Indonesia, Charlie mantan vokalis ST12 juga memberikan dukungan penuh kepada Pak Raden untuk mendapatkan haknya sebagai pencipta boneka Si Unyil.
Pak raden kini tinggal tinggal dalam rumah berukuran 100 meter dengan tiga kamar, satu kamar tamu, dan sebuah dapur. Rumah tersebut tampak kusam dengan atap yang bocor dan rusak tak terawat. Pak Raden tidak menikah dan tidak memiliki keturunan. Di rumahnya, ia hidup bersama dua orang pengasuhnya, Madun dan Nanang.
Foto Charlie Dan Pak Raden |
Foto Pak Raden ( Suyadi) |
Sosok Pak Raden memang tidak bisa dilepaskan dari boneka Si Unyil. Sosokyang diidentik dengan kostum kebesaran, baju surjan, kumis tebal dan blangkon di kepala.
Penemuan boneka Si Unyil sendiri bermula sekitar 1970-an. Ketika itu Direktur Produksi Film Negara Drs Gufron Dwipayana mengeluhkan tontonan televisi yang hampir semuanya diisi tontonan luar negeri. Apalagi film anak-anak. Semua film kartun didominasi produksi asing.
"Saya pengen ada film kartun anak-anak produksi dalam negeri. Harus kartun soalnya untuk anak-anak," kata Pak Raden menirukan Dwipa -panggilan Dwipayana- kala itu.
Pak Raden sebenarnya sepakat dengan ajakan Dwipa. Namun, dia menegaskan bahwa sumber daya manusia lokal kala itu masih belum mampu untuk memproduksi film kartun. Maka, dia lalu mengusulkan untuk membuat film dengan tokoh-tokoh boneka lucu.
Pak Raden yang saat itu menjadi dosen Fakultas Seni Rupa ITB memang dekat dengan Dwipa. Setelah berpikir keras, dia akhirnya menemukan sosok ideal pemeran film boneka itu. Dipilihlah sosok Unyil yang merupakan anak desa yang sederhana lengkap dengan sarung dan pecinya.
Pak Raden lantas menciptakan karakter-karakter lainnya. Cerita pun dibuat tidak jauh-jauh dari persoalan sosial masyarakat pedesaan. "Saya yang mendesain tokoh-tokoh itu. Produksi (boneka) saya juga yang ngawasi," kata dia sambil sesekali menempelkan kumis tebalnya yang sedikit-sedikit mau jatuh.
Wajah boneka itu pertama-tama dipola dengan tanah liat. Setelah cocok lantas ditempeli kertas dan dikeraskan hingga membentuk tokoh Unyil, Ucrit, Melani, Pak Ogah, Pak Raden, Bu Bariah, dan lainnya.
Ternyata proyek film boneka Unyil sukses besar. Hampir setiap anak kecil pada era 1970-an hingga 1990-an mengenal dan menggemari sosok Unyil dan tokoh lainnya. Sejak saat itu, sosok Pak Raden melekat dengan Suyadi.
4.5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar