UNTUK CLOSE : KLIK LINK IKLAN DI BAWAH 1 KALI AGAR MELIHAT FULL ARTIKEL ^^


Senin, 30 Agustus 2010

Kami Melepasmu dengan Suka dan Rela

Kami Melepasmu dengan Suka dan Rela

: Gus Dur

kami berkabung tersebab cinta. cintamu pada manusia, pada semesta. kami ingin melepas perjalananmu dengan suka dan rela, tetapi lidah kami hampa rasa, gugur kata-kata.

kami ingin mengantarmu memasuki gerbang cahaya, pintu perjalananmu selanjutnya. tapi kami hanya kuasa tersedu, tak mampu menggandeng tanganmu.

kami berkabung tersebab cinta. kami melepasmu dengan suka dan rela, seperti tawamu yang lepas dan rela, seperti mata kami yang ikhlas menghujankan air mata.


TS Pinang
Sumber : www.titiknol.com




Dhandhang Gendhis Kagem Kinanthi

Dhandhang Gendhis Kagem Kinanthi

(macapat dhandhanggula)


duh yoganingsun laras kinanthi
catur purnami tinilar rama
dadi tambah lan manise
tansah sinandhing biyung
den pinayung kidung anjagi
tebih kabeh dhukita
lan pedhuting kalbu
tansah padhang kadya surya
hayunira cahya katresnan hyang widhi
kinanthi biyung bapa


TS Pinang
Sumber : www.titiknol.com


Kinanthi Sigaraning Ruh

Kinanthi Sigaraning Ruh*

(macapat kinanthi)


wanodyayu garwaningsun
pidhangetna kidung niki
sumedhot rasaning manah
sigar raga ruh nyawiji
tetepna patrap sumarah
mugi kinasih Hyang Widhi

sanadyan lampah sinandhung
tetegna tekading ati
sipating nepsu angkara
den kipatna jroning agni
awit sumarahing suksma
kuncining kabegjan jati


*Kaanggit kagem garwaningsun Rosalia Hening Wijayani

TS Pinang
Sumber : www.titiknol.com


Sekar Pocung Kagem Kinanthi

Sekar Pocung Kagem Kinanthi

(sekar pocung)

ngger anakku, tansah santosa rahayu
bebingah jroning tyas
wus lampah panca purnami
cah ayu dadya suryanipun biyung bapa


TS Pinang
Sumber : www.titiknol.com


Puisi Maaf | Puisi Permintaan Maaf

Maafkan Kami

: Kinanthi

maafkan kami, anakku, bila kami tak mampu menahan cuaca yang berubah semena-mena yang mengantarkan demam padamu tanpa kau minta. maafkan kami bila kami tak paham doa-doa sunyimu, tak peka akan mimpi-mimpimu yang kau sampaikan lewat matamu yang bening, lewat halus keningmu yang hening. kami belum genap belajar saling mencintai, maka padamulah, anakku, kami tak henti mengaji.


TS Pinang
Sumber : www.titiknol.com



Di Taman Kota | Puisi Tentang Taman Kota

Di Taman Kota

1.
taman lapang mendada musim semi. burung-burung menebah hembus angin, seperti mengusir dingin rindu gigilkan hati. kanak-kanak dan orang-orang tua saling sapa dengan senyuman, kata-kata lenyap dalam ayun bunga-bunga. tulip kuning menyala di sela pokok-pokok magnolia.

siapa sangka di negeri senja ini, terpendam aroma derita nenek-moyang kami. air mata negeri laut tempat kami pulang nanti.


2.
burung berdada putih bersayap biru, ekornya hitam panjang. entah dari mana ia datang. mungkin singgah sebentar dari musim-musim gamang sebelum mentari hilang ramahnya, saat ia kembali terbang merunut jalur tualang, memeta garis bujur dan lintang.

burung dara dan gagak-gagak lewat saja, seperti hari-hari biasa.


3.
di tanah ini matahari sering menipu, berkhianat pada musim dan ramalan cuaca. dan angin selalu berubah arah dengan setia.


Dimuat di Suara Merdeka edisi Minggu, 01 Agustus 2010

TS Pinang
Sumber : www.titiknol.com




Sajak 17 Mei

Sajak 17 Mei

: Rosalia Hening Wijayanti

satu lingkar tahun kembali tergores di penampang pohon jati yang kami semai. musim yang merontokkan daun-daun dari ranting pokok jati itu selalu mengingatkan kami untuk waspada: kemarau bisa lama, atau absen dari ramalan cuaca. batang jati kami tumbuh semakin kukuh dan besar, bertunas pula seperti menegaskan harapan kami yang kukuh dan besar. di usia yang begitu muda, pohon kami sering bertaruh dengan angin yang sering berubah haluan, sedangkan kami terlalu sibuk menebak arah buritan. kami berharap pohon kami semakin perkasa dan berwibawa dengan gurat lingkar tahun yang semakin berirama, dan galih menghitam di tengahnya semakin keras oleh usia, oleh cinta yang kian beraroma seperti anggur tua terperam ribuan lingkar cuaca.


TS Pinang
Sumber : www.titiknol.com



Kabar Usia

Kabar Usia

: Ompie HL

apa yang diharap dari riap rambut yang mengabarkan usia. selain bebutiran pasir doa terserak di pantai rindu, tanah ibu yang menunggu. kota tua dan berisik roda tram mengiris jalanan, semakin mengekalkan potret masa remaja yang meriah oleh kepalan tinju dan debu jakarta, kadang mengalirkan air dari lubuk matamu, berkelok seperti kanal-kanal amsterdam. mencoba menjaga bara dendam dan rindu yang berdentam memanggil-manggil dari ujung tanjung negeri laut. menggaungkan kutuk cinta ibunda yang sering engkau rapalkan dalam linting rokok dan kayuh sepeda tuamu.

apa yang diharap dari hembusan nafas yang memadamkan api lilin itu, selain serapah cinta pada tanah lahirmu yang kini kian terbenam pada lumpur magma yang bacin oleh bau mulut politisi. sedang engkau masih percaya pada tajamnya larik-larik puisi.


TS Pinang
Sumber : www.titiknol.com




Puisi Sembilan Putaran Rembulan | TS Pinang

Sembilan Putaran Rembulan

: Kidung Hayumatari Laras Kinanthi

sembilan putaran rembulan, o anak, menyempurnakan doa ibu-bapamu di setiap belai lembut dan titik airmata di sela tangis dan tawa dan kata-kata yang kau ciptakan dari dunia cahaya. kami masih tertatih mengeja huruf-hurufmu, sebab mata kami masih rabun tertabir kabut cuaca yang begitu gampang berubah. sebab itu ijinkanlah kami bercermin pada danau matamu yang kemilau sejuk dan dalam, dan menimba kebijaksanaan semesta yang dititipkan di dasar palungnya.

kami hanyalah kanak-kanak yang sembunyi di balik topeng usia. dan kepadamulah kami belajar memahami cinta, lebih dari sekedar yang terungkap oleh kata.

Dimuat di Suara Merdeka edisi Minggu, 01 Agustus 2010


TS Pinang
Sumber : www.titiknol.com




Kepada Kinanthi Anakku

Kepada Kinanthi Anakku

dhandhanggula
mengalun padamu, setiap malam menjelang dan ambang senja berlalu. ruh dan jiwa kami berbiak cemas-cinta dan tiupan doa di ubun-ubunmu. kami ingin redakan kata-kata menjadi bisikan lembut pengantar tidurmu, agar pupus isak tangis dalam lelapmu seiring pupuh-pupuh yang kami bacakan dalam lubuk dada. kami tak hafal tembang purba ini, hanya larik-larik kata yang kami kais dari ingatan usang. namun kami tahu engkau mengerti betapa kami tak mampu menanggung luh tangismu.

bacalah, seperti kau sibuk mengeja nama-nama benda, merabai tekstur dan ulir, memindai warna dan matra. bacalah mantra dalam kata-katamu sendiri yang kau pinjam dari bahasa langit, sebagaimana kami mengeja hujan yang mematuk-matuk jendela seperti morse isyarat rahasia. sebab kami tak ingin berhenti berguru padamu, mengaji setiap helai detik yang terjilid rapi dalam buku harianmu.


Dimuat di Suara Merdeka edisi Minggu, 01 Agustus 2010

TS Pinang
Sumber : www.titiknol.com




Biografi TS Pinang

TS Pinang, lahir di desa Semirejo, Pati, 1971. Pernah belajar arsitektur di Jurusan Arsitektur UGM. Puisi dan eseinya dimuat di beberapa antologi bersama seperti Graffiti Gratitude: Sebuah Antologi Puisi Cyber (YMS, 2001), Filantropi (Divisi Sastra FKY XIII, 2001), antologi esei Cybergraffiti (YMS, 2001), Bumi Manusia 1: Ini Sirkus Senyum (Bumimanusia, 2002), Cyberpuitika (YMS, 2002), Dian Sastro for President! (AKY, 2002), Dian Sastro for President!#2: Reloaded (AKY, 2003), Les Cyberlettres (YMS, 2005), Antologi Bungamatahari (Avatar, 2005), Jogja 5,9 Skala Richter (KSI-Bentang, 2006), Tongue In Your Ears (FKY XIX-FKYPressPlus, 2007), 60 Puisi Indonesia Terbaik (Gramedia-Anugerah Pena Kencana, 2009), beberapa koran nasional seperti Republika, Kompas, Jurnal Nasional, Koran Tempo, jurnal BlockNot Poetry , majalah sastra Horison dan beberapa milis maupun situs sastra di internet. Beberapa puisinya juga pernah dibacakan di Radio Suara Jerman Deutsche Welle dan RRI Nusantara II Yogyakarta. Saat ini tinggal di Yogyakarta.

Minggu, 29 Agustus 2010

Puisi Sirna HASYUDA ABADI

Sirna

apabila semua sirna kau tahu makna
suatu ketiadaan berlaku tetapi cahaya
telah menyembunyikan keadaan itu kau
tetap memandangnya dengan jelas selepas
bebas dari alam butamu.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H



Kausar Mahabah

Kausar Mahabah

abadilah kausar mahabah dalam halkum lahad rahsiaNya tatkala telah tercipta lurah arah segala anugerah bersemadi damai, tanpa kelihatan tanda atau kedengaran degup di mana-mana cahaya telah menyembunyikan wujudnya dalam Wujud kerana sumber azali telah memaktubkan setiap peristiwa. hanya gumam tenggelam dalam rahsia yang selamanya tidak terbongkar diharumi cahaya damai saat di mana-mana jua tiada lagi apa-apa selain fana dan menerima anugerahNya tanpa berpaling.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H



Puisi Wajah

Wajah

tatkala yang sirna itu hanya malam-malam yang kudambakan syurga, sebenarnya ketika itu kitab telah lebih awal menetaskan air jernih yang mengalir berpuncakan cermin diri, berhenti membilang detik yang hilang pada malam-malam yang memegahkan wibawa, cermin pula enggan mengakhiri cahaya memulangkan pandangan wajahku, kuingin mengenalinya sebagai rawatan riwayat yang berlabuh teduh, meski kutemui makna lebur kuakur mengendarai hudhud sebagaimana azali yang termaktub dalam kitab.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H





Puisi Tentang Banjir | Ajaibnya Banjir

Ajaibnya Banjir

ya – jambatan itu hampir roboh ketika banjir besar, alangkah ajaibnya banjir itu bertukar kepada selendang sutera, gumamku di tengah-tengah menghadap alam maya berteleku meratib ketakjuban, inilah pengantara yang telah azali antara yang terang dan yang tersembunyi. saat keajaiban membawaku terbang lebih akrab dalam awan jernih memandang jambatan tegak tegap diulit selendang sutera menggantikan samudera.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H


Dalam Perhitungan

Dalam Perhitungan

rentung aku dalam panas keagungannya
hancur aku dalam kesempurnaannya
beku aku dalam wap keindahannya
hilang aku dalam kebenaran janji-janjinya
musnah aku tiada apa-apa tanpa kekuatan
yang membantu kecuali ketika segala aku
menjawab tanpa campur tanganku
pertanyaan-pertanyaannya dan masa silam
yang telah lama dalam perhitungan.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H



Terakar

Terakar

hilang aku dari kamar yang terakar detik
menyembunyikan nafs. sirna aku dari kuku
yang terakar tegar menyimpan akrab. lebur
aku dari ada yang terakar redha merapi sunyi.
nazak aku dari nafas yang terakar kun menanti kun.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H



Kerana Matahari

Kerana Matahari

aku buta katamu tapi kau memandang aku sebagai objek yang indah bukan juga sebagaimana aku kerana cahaya telah memisahkan pengertiannya. aku bukan seperti di dalam cermin yang sedang fana tapi akuku kau kenali segala-galanya. kerana matahari aku buta katamu, tapi memandang betapa jelasnya keindahan.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H





Mengalir Manis

Mengalir Manis

manis itu mengalir setelah pahit menggigit kalbu, takkan habis seluas alam kerana segala-galanya tercipta untuk membenarkan insan mengenali dirinya. kehidupan sering berulang kesedihan dan kegembiraan, bagai pergerakan bumi, takkan kekal pernah sama meski pengalamannya serupa. kita tetap di bawah walaupun sudah berada di atas. Itu lebih baik kerana di sisi Ilahi bawah adalah taraf yang abadi. bagai debu yang menyatukan tubuh yang berkecai jua akhirnya. kehidupan tidak tercipta untuk tewas selagi faham mengapa ia tercipta semata-mata kerana Kesempurnaan Yang Maha Esa.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H





Titik Azali

Titik Azali

perlahan-lahan mengalir keluar warna lampaudari liang rahsiamu, di manakah arahnyatak kan mengalir kembali ke arahku, detikjam berputar hanya mempamit bagai lembayungyang berlalu, berganti cuaca sebagai mataharimenyoroti liku ke titiknya. mengalir perlahanke titik azali tak kelihatan dilahadkan di makamkalbu. di titik dalam noktahNya.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H





Nipis Kikis

Nipis Kikis


di angkasa terawang ketika memandang zarah-zarahkubersatu dalam makrifat kembali ke azali. nipis kikis musnah dalam keagungan cinta. apakah ada manis yang mengalir air susu untuk kuteguk? aku digoda dunia dosa yang memenjara. saat terputus suara mengungkap segala hasrat segera menyertai burung-burung di angkasa. apakah semua pelayaran damba hamba diterima, menghidu wangi dan menikmati manis firdausi? dalam awangan menuju keabadian tanpa rupa hanyawajah-wajah silam menanti di hadapan al-Hakam.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H





Gemeresik Bisik

Gemeresik Bisik


kaca-kaca yang kutemui malam ini rupanya cermin yang pecah yang tak sanggup memandang diriku kepada titik sebuah perjalanan panjang. kukumpul kaca-kaca yang berkecai itu dalam resah yang tak terkata dalam derita menaakul citra yang tak tersibak hijabnya. kudengar gemersik bisik sesuatu yang datang menatang kekuatan yang enggan memautkan semula serpihan kaca hingga terungkap ucap silap yang disait-siat pedang hukuman malu memandang wajah yang didewasakan pengalaman. kuberteleku memahami citra di hadapan damai malam menyimpan kaca-kaca di dasar pandangan paling dalam.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H





Suara Kecil

Suara Kecil

perahu hayat belayar mengikut arah cuaca yang benar melepaskan ingatan berbalam bagai awan, hadir tak pernah mungkir sepanjang pelayaran bersahabat dengan penat, berkawan dengan mabuk, intim dengan gelora samudera makna kasihNya merawat wajah kalbu dari kabut. hanya suara kecil terpencil di ufuk awan ingatan berapung di angkasa raya hayat tatkala perahu wujud mencatatkan peristiwa. meski tanpa batas dalam titikNya tidak terpadan saat terjadi pelayaran yang lebih abadi, jernih merapi kalbu, menyaring segala peristiwa tanpa melupakan rahsiaNya.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H



Menyeberang Samudera

Menyeberang Samudera


selepas merafakkan doa akhir dan awal tahun perahu hayat membenarkan pelayaran merentas batas hijrah, taburan mawar syukur menerawang aroma cinta, kucari bingkai cermin menyatukan kekaguman cinta, cahaya menyeberang samudera memandu pelayaran dalam harap yang berganda, cintaku kembali ke akar cahaya hijrah.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H





Duka Sasa

Duka Sasa

tidak lagi ungkapan duka yang telah sirna
di horison masa, tidak juga memandang peristiwa
yang memberiku leka sepanjang liku, telah diturunkan
layar silam di dalam hijabNya menenggelamkan
apa sahaja tanpa tanda agar segar tegar
samudera pelayaran, negeri ini hanya sebuah perahu
bakal meninggalkan jambatan ke alam maha luas.
ada jawapan yang terhakis dalam gerimis
saat keberangkatan terjadi, duka menjadi sasa
meski cuma sia-sia.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H



Tiada Beza

Tiada Beza

sebelum tiada tak kulihat kerana tebal hijabnya
setelah ada tak kupuas kerana luas batasnya
setelah bebas tak kulepas kerana erat siratnya

kalau dekat ibarat kukuku
kalau jauh ibarat erat urat ingat di kalbu
tiada atau ada tiada beza meski bebas

warasku tak membeku di hujung titikmu.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H



Hanya Dia

Hanya Dia

yang mendengarmu ialah suara
yang melihatmu ialah pandang
yang menyapamu ialah diam
yang mengingatmu ialah detik
yang memulangkanmu ialah uzlah
yang mengqiamkanmu ialah nur
yang menitikkanku hanya Dia.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H



Bait Terhujung

Bait Terhujung

- kepada AM

tidak lagi terjelma bait-bait baru setelah kutemuipetunjuk titikku. bait-bait yang terdahulu rupanyacuma peristiwa mengisi kehidupan sementara,ketika tidak lagi tersapa inti rahsia hanya cerminmenghias kamar didiami hukuman-hukuman lampau. di hujung bait ini telah direnjis wangi mawar dan abadi lebur di udara, apakah ada angkasa yang sesasa rahsia melepaskan sayap-sayap jelita? agarsegar anggur dan manis air yang mengalir menanti saat berangkat akan tiba. terimalah bait terakhir ini dengan titik maha titiknya. kututup kitab segala peristiwa dibawa bersama jernih doa.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H





Sabtu, 28 Agustus 2010

Celaru

Celaru

jika fikiranmu celaru, gembirakanlah hatimu kerana kau akan mencari di mana silapnya. apakah ada kebenaran atau kebimbangan telah semakin jelas? kau semakin resah kerana tiada suara yang sampai ke dalam akal orang-orang yang bestari. kau tidak akan berduka jika jalan di hadapan tak pernah dikenal pintu yang harus dibuka. kau tidak faham bagaimana pintu itu tercipta. kau memandang cahaya tetapi hanya bulan yang datang pada musimnya. kau memandang laut yang tidak pernah henti diriuhi gelora dan ia terus terjadi dalam hidup. gembirakanlah hatimu jika fikiran celaru kerana hanya pengalaman yang akan kenal erti damai dan tenang. kembali kepada kebenaran yang datang meskipun terlalu kemudian.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H





Gemilang Muhasabah

Gemilang Muhasabah

jika kau bahagia gembirakanlah hatimu kerana bahagia yang hakiki adalah anugerah Ilahi yang tidak pernah kau ceritakan. kau merasa bahagia apabila rahsia semakin berada di dasar dalam kalbumu yang tersimpan gemilang muhasabah. kau merasa bahagia apabila kedukaan menjadikan kematangan kian dewasa meneguhkan akar rasa. kau berusaha menjadi kuat dengan dukungan kebahagiaan. gembirakanlah hatimu saat air mata menghantar percakapan dalam yang tidak diungkapkan.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H





Sebalik Kekhilapan

Sebalik Kekhilapan

jika khilap dalam perbuatan, gembirakanlah hatimu, kerana pada saatnya kau menyedari telah menemui pengalaman di sebalik kekhilapan itu. kau akan melihat dengan pengalaman bukan mematuhi hala rasa yang merugikan selepasnya. kau berada di atas segala faham yang tidak pernah terbongkar. walaupun kau mencarinya, bertanya dalam diam atau berfikir dalam sapa. kau menerimanya tanpa jelas. kau meraba-raba dalam rimba kekhilapan yang tidak dipinta sengaja disedari. gembirakanlah hatimu apabila kau memejamkan mata, tafakur memandang keajaiban peristiwa di sebalik makna perbuatan masa lalu yang menjadi cahaya pedoman perjalanan kemudian.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H





Puisi Tema Anak-Anak | Puisi Tentang Anak

Anak-Anak

jika anak-anak bersama, gembirakanlah hatimu kerana mereka mewarnai kehidupan dan menghidupkan kebahagiaan. kau membentuk mereka dengan acuanmu sendiri. kasih sayang dan perhatian. kau sentiasa mendengar segala impian. suka dan duka mereka hanya kau memahami. betapa hatimu tersentuh mendengar derita mereka, diperbudak orang lain yang tidak berhak. dan jika anak-anak jauh dari sisi, gembirakan juga hatimu kerana mereka telah membesar dan memiliki kehidupan sendiri, berhadapan kemungkinan-kemungkinan di luar jangkaan masa lampaumu. di manapun beradanya mereka sentiasa memegang tali taat, memahami fitrah yang bertandang pada waktunya kelak.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H


Masa Lalu

Masa Lalu

jika sukar keluar dari belukar masa lalu, gembirakanlah hatimu kerana masa lalu telah abadi, lebur mewarnai peribadi. kau telah dianugerahi masa lampau yang mendasar. usia berlalu memberimu laluan yang terus berliku, persis tanya juga sentiasa bertandang dan kau ingin sekali pulang sebagai dulu dalam urat tanda melingkar dalam rimbunan flora fikir. kau kian beralur menyerah arah delta yang jauh, mengurut letih di bawah cahaya. gembirakanlah hatimu, betapapun sulit berbelit mengukur umur kerana semakin kau temui makna cari impianmu semakin dalam akar masa lalu dibesarkan kebenarannya.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H





Puisi Perjuangan by Hasyuda Abadi

Perjuangan

jika kau gagal dalam sesebuah perjuangan, gembirakanlah hatimu kerana tidak selamanya kau berjuang untuk gagal atau untuk menang. ketika kau menang dadamu naik ke atas tanda bangga. kau tidak dapat sembunyikan makna kegembiraan itu. kau seolah terbang jauh ke alam riang tanpa menyedari suatu hari kau akan menjejak bumi nyata lantaran terjadinya putaran kehidupan. kau ingin selamanya menang kerana ada waktunya kau enggan menerima kegagalan. saat itu kau cari kesalahan insan lain. tapi sayang itu akan membawamu lebih jauh lagi daripada menerima harga sebenar perjuangan. gembirakanlah hatimu jika betapapun usahamu mencuba tewas, kerana perjuangan tidak pernah dihentikan oleh kemenangan semata-mata. sebaliknya kegagalan adalah kemenangan bagi yang menyedari kesilapan dengan redha untuk muhasabah.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H



Usikan Kalbu

Usikan Kalbu

jika kau berkata dengan diri sendiri, gembirakan hatimu, kerana kau telah menyelamatkannya dari mendengar bisikan yang belum terucap. kau tidak juga dapat memalingkan kepada sesiapa ketika jendela dengarmu terkunci. kau malah sembunyikan wajah suara di sebalik hijab sepi. meski tidak juga kau jumpai apa-apa selain kepekatannya di situ. kau seperti di alam yang lain, bergelumang dengan lautan sunyi, bagai demikianlah abadi. gembirakanlah hatimu jika masih kau mendengar sapaan selain usikan kalbumu itu, walaupun bukan dirimu, tapi dirinya.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H





Puisi Luka | Hasyuda Abadi

Luka

jika hatimu dilukai, gembirakanlah hatimu. kau akan melihat sebuah perjalanan yang tidak selesai. kau akan lebih waspada ketika meneruskan perjalanan daripada berhadapan dengan kedegilan insan lain. kau harus mengawal kedegilan secara waras, menenteramkan gelora apimu, lebih baik merenjiskannya dengan bening kematangan. saat berhadapan wajah yang tidak dapat kau bentuk lagi, gembirakan hatimu, kerana kau akan berada lebih di atas yang mengangkatmu dengan nilai murni kedewasaan.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H





Puisi Kejayaan

Kejayaan

jika kau telah melalui kejayaan terhadap sesuatu dalam perjalanan hidup gembirakanlah hatimu, kerana itu adalah kebahagiaan yang dianugerahi Tuhan dalam adunan usaha fikir, batin serta zahir bernaung di bawah ikatan ukhwah persahabatan yang alir fikirnya sama sehala. ikatan yang kuat adalah asas kemajuan dan kejayaan. gembirakanlah hatimu kerana jalan-jalan yang panjang akan terus berada di hadapan untuk kau memacu semangat kentalmu melakukan apa yang kau fikirkan menyatu di dalam niat dan fikiranmu.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H





Sajak Kehidupan | Gelut Kehidupan

Gelut Kehidupan
Hasyuda Abadi

jika kau telah mencapai punca terhadap apa yang bergelut di danau kehidupan mudamu, gembirakanlah hatimu kerana tidak akan habis buah fikir, atau jarak langkah, atau tanda faham terhadap situasi dialami zahir mahupun tidak. kau akan dilapangkan oleh terbentangnya padang pandangan, saujana lautan telaah, bahkan keindahan cakerawala yang mematangkan kedewasaan insan. gembirakanlah hatimu saat waktunya kau memelihara kebenaran yang kau yakini benar sepanjang ia benar.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H


Menghulur Insan

Menghulur Insan

jika kau didatangi seseorang yang meminta bantuan belas, gembirakanlah hatimu kerana ada beban yang telah berkurang dipikulnya. walaupun tidak kau kenali mereka siapa. saat kau menghulur ihsan pejamkanlah matamu, agar tidak tinggal sedikit pun peristiwa kau alami sebentar tadi selain sebuah doa kelapangan, sama ada padamu atau pada orang yang datang kepadamu itu. gembirakanlah hatimu kerana peristiwa itu mungkin terjadi kepadamu tanpa mengharapkan apa-apa suatu ketika kau tidak memandangnya sekarang.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H





KEAJAIBAN SEBUAH NALURI

KEAJAIBAN SEBUAH NALURI

jika pada suatu ketika kau mengingati seseorang yang akrab, atau yang jauh tetapi dekat dalam fikiran, atau yang dekat tetapi apakah kau juga berada dalam fikirannya, gembirakanlah hatimu kerana kau tetap bahagia menempatkan ruang dirimu terhadapnya walaupun tiada yang memberitahu keajaiban sebuah naluri pertembungan fikir sedang dan akan terjadi. gembirakanlah juga hatimu andai tidak pernah ada di hati sesiapa juga, hingga suatu ketika ada yang amat merasakan sebuah kewujudan berbanding ketiadaan yang abadi.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H





Pintu Peristiwa

PINTU PERISTIWA

jika kau menerima musibah yang berat mahupun yang tidak kelihatan atau kedengaran oleh sesiapa, gembirakanlah hatimu kerana ada jawapan ketika ditanyakan detik kau menghadapinya dengan tabah dan menjadikannya pengajaran atau muhasabah terhadap peristiwa masa lalu yang mengubahmu jauh daripada yang maha benar. saat tidak pernah mengubahmu kecuali suatu keinsafan, gembirakanlah hatimu andai ketenangan telah datang di segala ketika dan ruang, kerana halamu tiada bezanya dengan yang lain iaitu sebuah pintu kebenaran dan rahmat Tuhan.


Kumpulan Puisi:Kembali di Lahad Rahsia
HASYUDA ABADI
Pustaka Iqbal Nazim
Kota Kinabalu, Sabah.
8 Rabiulawal 1429H





Biografi Hasyuda Abadi

HASYUDA ABADI atau nama sebenarnya Sukor bin Haji Usin, anak kedua Haji Usin Ripan dan Hajah Subiah Sidek, lahir di Kampung Lumadan, Beaufort, Sabah. Ayahnya berasal daripada suku kaum Murut dari daerah Tenom, Sabah (Haji Usin dipelihara oleh datuk sebelah ibu berbangsa Banjar dan nenek dari keturunan Dusun). Ibu Hasyuda dari suku Jawa, berasal dari daerah Beaufort. Sebab itu Hasyuda sering menggelar sukunya sebagai Murja (gabungan Murut dan Jawa). Saudara-saudara Hasyuda terdiri daripada seorang abang (meninggal sejurus lahir) dan lima orang adik terdiri daripada seorang lelaki dan empat orang perempuan (Hassimah, Hamidah, Rosly, Melati dan Melor). Latar awal kehidupan seninya: Hasyuda tidak asing dengan dunia seni kerana masa kecil sering didedahkan dengan aktiviti berkaitan seni persembahan seperti bangsawan, sandiwara dan pertunjukan kugiran di tempat kelahirannya. Penggiat seni ketika itu terdiri daripada para guru yang berkhidmat di Sekolah Kebangsaan Lumadan dan pekerja ladang getah. Setiap bulan diadakan persembahan seni dan pelbagai aktiviti yang diminati masyarakat ladang. Lumadan Estate (kini Ladang Sawit Lumadan, getah diganti dengan penanaman sawit) memang amat terkenal dengan aktiviti seni dan kebudayaan di kalangan masyarakat estet-estet getah di Sabah. Ada sebuah panggung di ladang itu; di situlah Hasyuda pernah beraksi membaca sajak ketika dalam tahun tiga sekolah rendah (berusia sembilan tahun). Pernah bercita-cita menjadi guru tetapi tidak pernah bercita-cita menjadi penulis. Bakatnya tiba-tiba menyerlah ketika berhijrah ke Kota Kinabalu apabila mendapat tawaran kerja. Di Kota Kinabalu (1979), Hasyuda berkenalan dengan Hajah Zaiton Haji Ajamain, penulis dan pemimpin Kumpulan Anak Seni. Di sinilah semuanya bermula; daripada menjadi penari kepada penulis puisi yang komited.

AKTIVITI:Cenderung kepada penulisan puisi di samping cerpen, esei kritikan dan drama. Hasyuda antara penerima Hadiah Sastera Malaysia bagi genre puisi pada tahun 1985, Hadiah Sastera Perdana 2004/2005 dan Hadiah Sastera Sabah pada tahun 1989, 1991, 1998, 2000, 2002, 2004 dan 2007 bagi genre puisi dan cerpen. Hasyuda pernah mengikuti Program Penulis Anak Angkat Dewan Bahasa dan Pustaka Cawangan Sabah pada tahun 1987 di bawah asuhan penyair Dato’ Dr. Ahmad Kamal Abdullah (Kemala) dan Program Penulisan Majlis Bahasa dan Sastera Asia Tenggara (Mastera) di Pusat Pengembangan Bahasa, Jakarta pada tahun 1997 di bawah pimpinan Dr. Sapardi Joko Damono, Dr. Abdul Hadi W.M dan Taufiq Ismail.

Di samping aktif sebagai penulis, Hasyuda juga pernah terlibat sebagai fasilitator Program Penghayatan Sastera dan Budaya (PPSB) Khidmat Negara di Sabah di bawah kelolaan DBP. Hasyuda memimpin Ikatan Penulis Sabah (IPS) di samping menjadi ahli Persatuan Penulis Nasional (PENA), mengetuai Kelab Maya Sastera Sabah (KEMSAS) dan merupakan Pengarah Urusan Institut Penilaian Sastera (INPES). Menjadi penceramah sastera KOMSAS dan penceramah program-program penulisan di sekolah.

Hasyuda berkhidmat dengan kerajaan Malaysia di Kota Kinabalu, Sabah. Penyair ini juga menggunakan nama-nama pena lain dalam tulisan-tulisannya seperti Mirza Fansuri, Adi H. Abadi, Ardi Bayu, Tampurung Bubus dan Iqbal Nazim. Hasyuda ialah penerima darjah kebesaran Negeri Sabah 'Bintang Kinabalu' (B.K.) pada tahun 2006 dan daripada kerajaan Persekutuan Malaysia 'Pingat Pangkuan Negara (P.P.N)' daripada DYMM SPB Yang Di-Pertuan Agong pada tahun 2008. Hasyuda juga merupakan penerima Anugerah Penyair Islam Sabah bagi tahun 2008 daripada Tuan Yang Terutama Yang diPertua Negeri Sabah.

PRODUK SASTERA:Skrip drama pentas Hasyuda berjudul “Takungan Bayu” telah memenangi hadiah kedua dalam Peraduan Menulis Skrip Drama Pentas anjuran DBP Cawangan Sabah pada tahun 1995. Pencapaian Hasyuda dalam bidang penulisan yang lain ialah Hadiah Penyajak Terbaik Berita Sabah (1997), Hadiah Tinta Sastera (1999 dan 2004) dan Hadiah Karya Sulung (2002). Hasyuda telah menghasilkan lebih 1,000 buah puisi, 40 buah cerpen, 35 buah esei sastera dan 5 buah skrip drama pentas. Puisi-puisi Hasyuda dimuatkan dalam kumpulan puisinya: ‘Balada Paduka Mat Salleh’ (1989), ‘Akar Cahaya’ (1997), ‘Datang Kembali’ (1997), 'Menginai Badai' (2004), 'Sirna Sirna' (2006) dan 'Kembali di Lahad Rahsia' (2008). Cerpen-cerpen Hasyuda juga dihimpunkan dalam Kumpulan Cerpen 'Sepasang Sayap Jelita' (2004). Sebuah buku himpunan pantun karya Hasyuda juga diusahakannya dalam 'Usul Mengenal Asal' (2007).

SENARAI PENERBITAN BUKU

Antologi Puisi Bersama (26)
Sematan (GPPS, Sarawak 1984)
Titian Rindu (DBP Sabah, 1987)
Kekasih (DBP Sabah/MUIS, 1987)
Perubahan (DBP, 1988)
Siapakah Antara Kita (DBP, 1988)
Ujana Laut Ujana Hati (DBP Sabah/MUIS, 1989)
Mengenang-Mu (DBP, 1989)
Nyanyi Dari Desa (BAHASA/ANAK SENI, 1990)
Perkasihan Musim (DBP Sarawak, 1992)
Luka Bosnia (BAHASA, 1992)
Al-Kahfi (DBP Sabah/MUIS, 1992)
Kiswah Rindu (DBP Sabah/MUIS,1993)
Nafas Utara Borneo (DBP Brunei, 1994)
Qiam (DBP Sabah/MUIS, 1995)
Kafilah (DBP/MUIS, 1996)
Mujaddid (DBP Sabah/MUIS, 1997)
Tasbih Rindu (DBP Sabah/MUIS, 1998)
Penyair, Alam dan Kemanusiaan (DBP, 2000)
Antologi Puisi Cyber: Graffiti Gratitude (Yayasan Multimedia Sastera, Bandung, Indonesia, 2001)
Sapaan Bonda (DBP Sabah/MUIS, 2002)
‘Iktikaf (DBP Sabah/MUIS, 2003)
Nyanyian Iman (DBP Sabah, 2004)
Nyanyian Pulau-Pulau (DBP Sarawak, 2004)
Antologi Puisi Sufi: Cinta Pohon Tamar (Jahabersa Johor Bahru, 2004)
Hadrah Cinta (DBP Sabah, 2005)
Manuskrip Luka Bangsa (PENA, 2006)
Pertelingkahan Magis (DBP Sabah, 2007)

Kumpulan Puisi Persendirian (7)
Balada Paduka Mat Salleh (DBP,1989)

Akar Cahaya (IPS, 1997)

Datang Kembali (IPS, 1997)

Menginai Badai (DBP Sabah, 2004)

Sinar Sirna (DBP, 2006)

Lebur yang Abadi (Iris P&D, 2008)


Buku Kumpulan Pantun persendirian:

Usul Mengenal Asal (Iris P&D, 2007)


Kumpulan Cerpen Persendirian (1)

Sepasang Sayap Jelita (Inpes, 2004)


Antologi Cerpen Bersama (2)

Rantau Utara, (DBP Brunei, 1989)

Ibrah (Jabatan Hal Ehwal Agama Islam Negeri Sabah, 2003)


Antologi Skrip Drama Pentas (1)

Unduk Ngadau, (DBP, 2005)


Antologi Kertas Kerja (1)

Idealisme & Intelektualiti dalam Karya (PENA, 2005)

Video Fisika: Eureka! Episode 30 - Radiation Spectrum

Spektrum elektromagnetik adalah rentang semua radiasi elektromagnetik yang mungkin. Spektrum elektromagnetik dapat dijelaskan dalam panjang gelombang, frekuensi, atau tenaga per foton. Spektrum ini secara langsung berkaitan (lihat juga tabel dan awalan SI):
  • Panjang gelombang dikalikan dengan frekuensi ialah kecepatan cahaya: 300 Mm/s, yaitu 300 MmHz
  • Energi dari foton adalah 4.1 feV per Hz, yaitu 4.1μeV/GHz
  • Panjang gelombang dikalikan dengan energy per foton adalah 1.24 μeVm
Spektrum elektromagnetik dapat dibagi dalam beberapa daerah yang terentang dari sinar gamma gelombang pendek berenergi tinggi sampai pada gelombang mikro dan gelombang radio dengan panjang gelombang sangat panjang.

Dalam video berikut dapat kita lihat apa yang dimaksud dengan konduksi panas ini. Eureka! telah mengemas konsep fisika ini dalam bentuk animasi kartun yang menarik.



Postingan ini berisi video pembelajaran fisika yang seru dan menarik. Untuk download, sahabat harus mendownloadnya langsung ke youtube. Atau jika kesulitan untuk mendownloadnya, bank-soal-fisika menyediakan layanan pesanan paket CD video Fisika. klik disini.

Rabu, 25 Agustus 2010

Bahan Ajar Fisika: Dinamika Gerak

Kelas:X
Semester:1

Isi materi:
Sofware Bahan ajar ini bersifat tutorial (mandiri), membahas tentang Dinamika Newton dan penerapannya pada kesetimbangan benda titik, serta analisis gaya pada benda GLBB dilengkapi dengan soal dan pembahasan. Bahan ajar ini diakhiri dengan uji kompetensi/evaluasi.

Standar Kompetensi:
2. Menerapkan konsep dan prinsip dasar kinematika dan dinamika benda titik

Kompetensi Dasar:
2.3. Menerapkan Hukum Newton sebagai prinsip dasar dinamika untuk gerak lurus, gerak vertikal, dan gerak melingkar beraturan

Indikator:
Mendiskripsikan dan memformulasikan hukum I Newton
Mendiskripsikan dan menganalisis hukum II Newton
Mendiskripsikan dan menganalisis hukum III Newton
Mendiskripsikan gaya normal
Mendiskripsikan dan gaya gesek (pengayaan)
Menerapkan Hukum-hukum Newton yang bekerja pada benda
Pembuat:
Aris Hendaris, S.Pd
SMAN 2 Cirebon

Keterangan
  1. Untuk download file ini klik disini. Sebelum download Anda harus mendaftar terlebih dahulu sebagai anggota. 
  2. Jika Anda kesulitan dalam mendownload file, tersedia layanan dari bank-soal-fisika. klik disini.

Selasa, 24 Agustus 2010

Biografi Hasan Aspahani

HASAN ASPAHANI, Lahir di Sei Raden, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kaltim, 9 Maret 1971 pada sebuah keluarga sederhana petani kelapa.
Sekolah di SMAN 2 Balikpapan, sambil jadi kartunis lepas di Surat Kabar Manuntung (Sekarang Kaltim Post). Lalu diundang lewat jalur PMDK di IPB, dan kuliah sambil diam-diam terus mencintai puisi.
Setelah berupaya memberdayakan ijazah sarjana di beberapa perusahaan, lalu akhirnya kembali ke dunia tulis menulis lagi, maka sekarang bekerja sebagai Wakil Pemimpin Redaksi di BATAM POS. Di kota ini menjalani hidup bersama Dhiana (yang disapanya Na') dan Shiela dan Ikra (yang memanggilnya Abah).
Beberapa puisinya pernah terbit di Jawa Pos (Surabaya), Riau Pos (Pekanbaru), Batam Pos (Batam), Sagang 2000 (Yayasan Sagang, Pekanbaru, 200) Antologi Puisi Digital Cyberpuitika (YMS, Jakarta 2002), dan Dian Sastro for President 2 #Reloaded (AKY, Yogyakarta, 2003). Puisi Huruf-huruf Hattaterpilih sebagai salah satu dari 10 puisi terbaik lomba puisi 100 Tahun Bung Hatta (KPSP, Padang, 2002), dan Les Cyberletress (YMS, 2005). Hasan Aspahani juga menjadi kartunis post metro yakni sebuah kartun strip komik dengan tokoh utama "si Jeko" tukang ojek dengan kelucuannya. lihat www.post-metro.blogspot.com
Sebagian besar puisinya dapat langsung dibaca di www.penyairpalsu.blogspot.com
Sumber : Wikipedia



Ketika Tangis Itu Telah Berubah Nama

Ketika Tangis Itu Telah Berubah Nama
Samsul Bachri

:Someone

Alam Masih tersenyum dengan manisnya dengan pedih yang tertahan
Dalam peraduan malam yang menghimpitnya
Dengan sedikit gelitik rindu dari buluh-buluh jejaka
Yang mencoba untuk mengganggunya

Walau air-air kehidupan itu masih terus mengalir
Alam masih tetap lemparkan senyumnya yang paling manis walau airmata
mengalir
Agar hati yang selalu penuh dengan merah dapat menjadi reda
Yang mencoba tuk mati menjadi enggan berpisah dengannya

Tangis Alam masih tetap sama
Sama seperti tangis tahun-tahun yang lalu
Tapi tangis manusia bisa berubah makna dan nama
Tidak sama seperti tangis-tangis terdahulu

Tangisan telah berubah dalam hitungan Tahun

271099



Dalam Sajak Cinta | Puisi Sajak Tentang Cinta

Dalam Sajak Cinta
Samsul Bachri

Pada lorong-lorong ini saat senja
Aku seperti terbuai akan sebuah lantunan sajak cinta
Syair-syair merdu itu seakan ingin ikut bersamaku dalam kegembiraan ini


Sajak cinta yang bercerita akan indahnya hidup
Dengan sejuta hasrat agar selalu ingin bersama
Sajak cinta akan Rabb yang selalu setia menjaga dan mengingatkan

Dalam syair-syair itu aku seperti yakin akan pilihanku
Dalam cinta yang tumbuh hanyalah rasa
Dalam kasih yang berkembang adalah jiwa

Dalam sajak cinta ini aku seperti manusia yang baru tersadar
Bahwa indahnya dunia ini bukan hanya untuk dinikmati seorang
Ikatlah jiwa lain dalam jiwamu untuk lebih indah

251199


Dalam Gelap Kulihat.....| Sajak Samsul Bachri

Dalam Gelap Kulihat.....
Samsul Bachri

: ZA

Dalam gelap mataku coba menutup
Dalam gelap khayalku coba meraih
Dalam gelap impianku coba melambung
Dalam gelap semuanya sirna

Karena dalam gelap aku seperti buta
Karena dalam gelap aku seperti sampah
Karena dalam gelap aku terombang ambing
Karena dalam gelap aku tersadar...

Jangan hanya berkhayal yang kau coba
Tapi raihlah dengan tanganmu yang terbuka
Karena disana dia telah ada
Menantimu dalam kesadaran

Karena Gelapmu hanya satu sisi kehidupan yang nampak

271099





Puisi Sia-sia, Airmata Sia-sia

Puisi Sia-sia, Airmata Sia-sia
Hasan Aspahani

: petisi menentang perang, make poems not war

aku melihat bicaramu di televisi (tak kutemu, mesti letih
mencari alasan untuk bersetuju dengan hujjahmu) aku menyimak
persiapan laskarmu (tapi tak dapat meyakinkan aku siapa
sebenarnya musuh yang pantas dimusnahkan) aku melihat
dendam menghitam di wajahmu (kenapa kami harus mencoreng
juga arang di wajah puisi? terbakar pawaka yang kau sulutkan)

aku mencatat adegan mereka memeluk anak isterinya (senjata
yang kau hunus entah berpamitan pada siapa?), aku mendengar
deru kapal peluru mengarung laut ke peluk teluk mauk (tuan, bahan
bakarnya ditambang dari negeri yang hendak kau hancurkan itu kan?)
aku melihat tanggal ancaman yang kau lingkar dengan jumawa
(patera luruh dari pohon almanak tua sejarah manusia)

aku membaca lagi puisi ini (lalu terasa sangat sia-sia menuliskannya)
aku mencari kata yang hendak kubisikkan ke hatimu (hanya lirih, pawana
yang ringkih berhembus tanpa sebisikpun kata, hanya sedih, basah mata
yang menitik kukira darah ternyata cuma air mata yang sebenarnya
kupersiapkan luruh kelak saat datang duka maha duka, lalu tiba-tiba aku
merasa sia-sia meneteskannya)

Mar 2003



Konversasi dengan Bayang-bayang, 1

Konversasi dengan Bayang-bayang, 1
Hasan Aspahani

apa yang mengeras di kepalamu, saudara? belulang
apa yang mengalir dari beku pikirmu, saudara? imaji
apa yang membeku dari deras jantungmu, saudara? tualang
apa yang melaju dari pendam diammu, saudara? emosi

gelegak
terkubur
mengabur
mengabu
mengabut
melumuti
waktu

baiklah, aku tak akan bertanya pada siapa-siapa lagi:
simpankanlah semua jawab, diamkanlah semua sebab


Mar 2003


Konversasi dengan Bayang-bayang, 2

Konversasi dengan Bayang-bayang, 2
Hasan Aspahani

ketika ada dia yang pamit diri,
yakinkah dia sungguh hendak pergi?

ketika senja pamit, yakinkah ia tak
lagi tenggelam bersama matahari?

aku tak tahu, sebab pagi terlalu lama,
dan siang seperti enggan lagi berkelana

episode rintik adalah tangis matahari,
adalah sinandung rindu rembulan ini

karena itu kubiarkan payung kuncup,
sebab tangis matahari, dan rindu rembulan
telah lama kunanti dalam ini perjalanan.

Mar 2003



Senjata yang Tak Lucu

Senjata yang Tak Lucu

Ada senapan menyeringai tak lucu,
cuh! meludahkan peluru ke wajahku.

Mar3003

Hasan Aspahani
www.sejuta-puisi.blogspot.com





REPORTASE dari TELUK

REPORTASE dari TELUK
Hasan Aspahani

1
suatu hari di antara arus eftrat dan tigris
sekawanan lebah mengumpulkan nektar darah
amis madu bangkai-bangkai sejarah serdadu

2
dendam yang merecup subur di ladang-ladang
hitam mesopotamia, siapa yang menuainya?
eh, ada kupu-kupu bersayap besi dan peluru

3
dengung capung, "aku sisa evolusi berabad-abad
kusinggahi sudah samarra, ur, niniveh, baghdad
ada yang terlupa pada piktograf dan babad-babad"

4
lalu datanglah melayat berjuta-juta lalat
taman babilonia terkubur unggun mayat
wahai kitab suci, bisakah ayatmu diralat?

5
maka dikabarkan lewat dongeng semut-semut
penaklukan yang luput di padang-padang rumput
meninggalkan remah racun dan mesiu tak tersulut

6
dalam bahasa serangga, mari kita simpulkan
dalam rumah manusia bernama peradaban
perang adalah rayap yang riuh meruntuhkan


Mar 2003


Puisi Keranda di Kolong Rumah

Keranda di Kolong Rumah

Ayo, mari kita bunuh diri!

Jangan kau anggap serius ajakan ini,
kita toh sudah berkali-kali mati?
Saat itu kita belum siap dengan puisi
hanya sempat nulis janji saling ziarahi.

Mari kuajak lagi: Ayo, main mayat-mayatan!

Ada banyak keranda di kolong rumah,
tempat favorit untuk sembunyi dari penagih cicilan umur.
Di sana sering juga kita telanjur tertidur.
Sampai terjaga, tiba-tiba, dibangunkan hidup yang ngelindur.

Ayo, kita terus terang saja!

Mana yang lebih OK: hidup pura-pura atau mati sebenarnya?
"Ada pilihan ketiga," katamu, "yaitu pura-pura yang sebenarnya..."
Kita ngakak, dan sejenak benar-benar jadi lupa
ini kuburan umum, ada tanda disana: dilarang pura-pura tertawa.

Mar2003Hasan Aspahani
www.sejuta-puisi.blogspot.com


Keroncong Pemakaman

Keroncong Pemakaman

Pulang dari pemakamanmu, aku

membawa sekepal lempung
bekas galian liang kuburmu.
Biar beginilah kukenang kesedihanku.
Dulu kita suka menempa mainan
bersama. Gumpal liat lalu jadi apa saja:
hiu, raksasa, huruf X, tentara, biji mata,
kaki kiri, apa saja (kecuali bunga-bunga).

Pulang dari pemakamanmu, aku

melihat langit, ada banyak
sekali julur bentang benang
tanpa layang-layang.
Mungkin beginilah cara engkau
menegur kemuramanku.
Ada sisa kertas minyak, buluh
belum dipotong sama panjang,
lem kanji mengering, eh ada
yang putus (tak sempat mengerang).

Pulang dari pemakamanmu, aku

pulang ke rumah pantai, rumah yang
mengasuh anak-anak imaji kita,
ombak kembali ke laut, pasir
menggambar sendiri: bentuk-bentuk
yang amat kukenal, tapi kini
tak lagi sepenuhnya kumengerti.
Jejakku jekakmu, di sana kejar mengejar.


Mar 2003

Hasan Aspahani
www.sejuta-puisi.blogspot.com





Our 1'st Number Book, Shiela

Our 1'st Number Book, Shiela

- bersamamu, aku kembali belajar
cara-cara membaca-



angka 1

ya, ada sebuah ceri merah
di halaman pertama, di kebunku
dulu tak ada, karena di sana
cuma ada semak merambat
berbuah kuning, yang kalau kusebut
pun namanya kau tak akan tahu, yang pasti
buah itu bukan ceri, dan tak cuma sebuah,
dan warnanya bukan merah.

angka 2

ada kolam kecil di kebunku dulu
tempat dua kodok hijau
saling menghitung, "aku satu,
dan kau dua," kata kodok pertama.
"tidak, aku satu dan kau yang dua,"
kata kodok lain yang juga ingin
disebut sebagai kodok pertama.

angka 3

nah, satu sikat gigi ini untuk siapa?
"soalnya aku sudah punya, dan yang dua
untuk kodok hijau yang tadi ada
di halaman dua."

tunggu dulu!

tunggu dulu juga!

Kita kan cuma mau bilang, sikat
giginya ada: tiga ha ha ha!


angka 4

empat ekor bebek gemuk
empat ekor bebek gemuk jantan
(aku bisa ingat dari warna sayapnya)

apakah mereka perlu diberi nama?
tidak mereka perlu diberi bebek betina
supaya mereka bertelur, dan supaya
mereka tidak berkelahi, nanti kita
susah menghitungnya...

angka 5

apalah lima angka yang istimewa?
apakah tomat buah yang istimewa?

lima tomat
yang enak dibuat jus
tak perlu diberi nama
karena dia sudah punya

: jus tomat namanya!


angka 6

enam anak ayam
kita tak tahu jantan atau betina
semuanya berbulu lembut seperti sutra
di mana induknya?

kataku, "induknya mengeram empat telur lagi."
kau bertanya lagi, lalu aku jawab dengan nyanyi

"tek kotek kotek jambul...."


angka 7

bagaimana memomong tujuh kelinci?

gendong saja satu per satu, mereka
tak pernah saling iri

pangku saja satu per satu, karena
mereka tak pernah merajuk, karena
mereka tujuh ekor kelinci


angka 8

"delapan jeruk orange, bisa
jadi berapa gelas jus?"

kau kah yang bertanya? " maaf,
aku sedang mengenang jeruk nipis
yang tumbuh di antara pohon kelapa

burung keruang bersarang di salah satu
dahannya. aku tak pernah sempat
menghitung berapa telurnya. aku tak berkenalan
dengan angka delapan di sana. juga
tidak di buku pertama yang memang
tak pernah aku punya.


angka 9

delisi stroberi; sembilan biji
ah, terlalu banyak buah asing
di buku ini.

lalu angka nol ini, Abah?
dari mana datangnya bilangan
yang asing ini?


feb2003

Hasan Aspahani
www.sejuta-puisi.blogspot.com



Klik Saja www.bukanpuisi.net!

Klik Saja www.bukanpuisi.net!
Hasan Aspahani

maaf, puisi ini sedang
dalam pembuatan
entah kapan selesainya

(sementara nikmati saja
puisi-puisi lainnya)


feb2003

Hasan Aspahani
www.sejuta-puisi.blogspot.com


Penyair yang Tak Mencari Puisi

Penyair yang Tak Mencari Puisi
Hasan Aspahani

orang-orang pergi meninggalkan puisi,
hendak kemana? "kami mau berburu puisi!"

orang-orang rakus membongkar kamus
mencari apa? "kami sedang menjebak puisi!"

orang-orang lompat-lompat merenggut kalimat
mau dapat apa? "kami ingin meringkus puisi!"

wah! orang-orang menelanjangi tubuh sendiri!
ketemu apa? "sial, kami malah kehilanganpuisi!"

penyair itu, "oh, tolong janganlah aku disebut-sebut."
nah! lihat, di puisi ini pun dia tak mau terlibat.

Feb2003

Hasan Aspahani
www.sejuta-puisi.blogspot.com


Penyair dan Tiga Puisi yang Tak Jadi

Penyair dan Tiga Puisi yang Tak Jadi
Hasan Aspahani

(dengan tiga bait puisi tak jadi, penyair itu diringkus
sepi. Sungguh ia tak bisa membela diri)

bait 1: kekasih yang pergi, salahkah bila kuratapi?
bait 2: rindu yang sunguh, bodohkan bila kukeluh?
bait 3: cinta yang gagal, bolehkah bila kusesal?

(dengan tiga bait puisi tak jadi, penyair itu ditelikung
sunyi. Sungguh ia tak bisa lagi menyelesaikan itu puisi.

Feb2003

Hasan Aspahani
www.sejuta-puisi.blogspot.com



Sebuah Komputer, Takdimatikan

Sebuah Komputer, Takdimatikan

sebuah komputer
takdimatikan, dari
layarnya memancar
(seolah) sebuah puisi

: sayangku,
aku sungguh mencintaimu, dan
aku sungguh berbohong padamu
jadi, wahai sayangku,
buat apa kau percaya puisi ini?

Feb2003


Hasan Aspahani
www.sejuta-puisi.blogspot.com





Sajak Tipe 21

Sajak Tipe 21
Hasan Aspahani

1. Telah kusuling
seluruh kata
jadi sajak yang
sangat sederhana

hmm, kenapa masih juga
kau tanya: ini artinya apa?

2. Bunga yang mekar tadi pagi
akan begitu lekas layu, katamu
luruh, selembar demi selembar.

Begitulah, tak juga kau sadar
dalam sajak yang sederhana ini
telah diajarkan oleh mawar
membalas budi kepada tanah dan akar.


Feb 2003


Hasan Aspahani
www.sejuta-puisi.blogspot.com



Translasi Jeritan Jembatan

Translasi Jeritan Jembatan

jurang dan tebing ini
sudah kubuat tak punya arti
kalah dengan makna kata tabah
yang kutanam di dada dua tebah
di sini, aku tak pernah putus berharap
: suatu saat kelak pasti ada
engkau yang mau singgah
lalu berbagi kisah rumah,
bukan sekadar meludah
atau menumpah sampah

yang tak pernah sempat kuajukan
padamu, adalah sebuah tanya: kapan
aku bisa ikut kau seberangkan?


Feb2003


Hasan Aspahani
www.sejuta-puisi.blogspot.com





Translasi Kesadaran Koran

Translasi Kesadaran Koran
Hasan Aspahani

kematianmu telah kukabarkan di halaman depan
di sebelah tawaran jasa pembesaran alat kelamin: sebuah iklan!
tak ada, tentu tak ada yang berduka, sebab di bawahnya
ada berita tentang pemerkosaan, dan TKW yang
jeritannya jadi kutipan: "ribuan aku terjaring pelacuran!"

Tuhan?
ah, setahuku, Ia tak pernah jadi langganan, tapi
kemarin Ia janji akan mengirim surat pembaca
(sama denganmu, Ia hanya mengajukan keberatan)

Feb2003


Translasi Pinta Pintu

Translasi Pinta Pintu

jangan rusakkan, biar saja jaring laba-laba
itu memerangkap angan inginku, sampai
kaudengar aku berkata: lihat! ada juga
yang berumah padaku yang sekadar pintu

biar saja bangkai cecak di celah engsel itu
mengeringkan lupa lalaiku, jangan lepaskan,
sampai kaudengar aku berucap: lihat! ada juga
yang mau berkubur padaku yang sekadar pintu

feb2003

Hasan Aspahani
www.sejuta-puisi.blogspot.com



Malam Imlek | Puisi Tentang Malam Imlek

Malam Imlek
Hasan Aspahani

merah
lampion,
segarnya

(sisa hujan)
masih
ada
basahnya


feb2003

Kenangan Berwarna Hijau Tua

Kenangan Berwarna Hijau Tua
Hasan Aspahani

ia datang serentak hujan, bunga mayang yang
luruh bersama setelah penyerbukan, dengung lebah
riuh bilah-bilah, rumput ditebas rebah, aih
rasanya tak cukup telinga mendengar dua belah.

(yang lebih megah dari konser sederhana ini, adakah?)

ia datang bersama arus sungai yang menuding ke wajah muara
kesanakah mengalir semuanya? dulu kutanyakan pada
anak-anak udang galah, jawabnya: tak perlu kau bertanya,
dulu kutanya juga pada angin lincah, jawabnya: tanyakan
saja pada akar kelapa, lalu kutanya pada tanah yang tabah,
jawabnya: sudahlah, nanti kau akan tahu juga.

(aku tidak bertanya pada laut jauh yang mengirim pasang waktu subuh)

masih saja, ia datang bersama hujan, bunga kenangan
yang tak mau luruh, menggenangkan aku ke tanya tak bermuara tak berhulu.

Feb 2003




Yang Kuhela, Yang Kupeluk

Yang Kuhela, Yang Kupeluk

dengan kaki bugil dada telanjang kuhela
gerobak kayu, tak sempat kuingat keringat
lampu badai latat, bulan pun kenapa pucat

tak ada rambu-rambu di setapak telapak
yang memberiku lalu dengan gerobak kayu
roda menyentuh batu, sentuh yang satu per satu

lepuh lengan lapah bahu gerobak kayu
di masjid terus tadarus aku kenang sisiphus
batang-batang bakau bukan bongkah batu

suara laut aih ya lirihnya: sudah lama surut
pasir pantai kering langit tanpa kelambu
aku tidur memelukmu, gerobak kayuku

Feb2003

Hasan Aspahani
www.sejuta-puisi.blogspot.com





Senin, 23 Agustus 2010

Mimpi, Beri Aku Puisi

Mimpi, Beri Aku Puisi


alangkah mimpi
burung mematuk diri
kicaunya mati

kelamnya langit
angin memutar arah
hujan, marahkah?

kolam menggigil
selimut hitam lumut
memeluk riak

ikan berjaga
melompat sia-sia
batu tertawa

alangkah mimpi
aku minta puisi
minta puisi

Feb2003


Pecahkan Kaca, Lukakan Kata

Pecahkan Kaca, Lukakan Kata

(re: Mendung Rumah Penyair)

luka kata dan darah kita dan pecahan kaca, biar kubiar
kutebar di seluruh tubuhku: rumahku, biar terperangkap
pekik terlirih dunia, biar terjebak jerit tersakit manusia

debu mimpi pasti tak ramah padamu, yang datang ke: rumahku
dan badai mendung ini, wahai! jangan usir ia lalu berlalu saja
aku ingin terus punya alasan untuk mengabadikan duka, Saudara!


Feb 2003

Hasan Aspahani
www.sejuta-puisi.blogspot.com





Reply Kenangan, 1978

Reply Kenangan, 1978


mayat, ini mayat budi, mayat budi!
aih, aku rindu kalimat itu, Pak Guru
kalimat yang dulu kubayangkan
kautulis dengan kapur yang membuat
kau seperti dikepung uban (baca: usia),
tahun 1978, diam-diam aku mengejakannya
di bukuku dan kemudian bangga sendiri
lihat! aku sudah cakap menulis, kan?

tentu tak pernah ada gambar dan warna darah
di buku inpres yang sampai juga ke kelas kita
lewat birokrasi kantor penilik sekolah kecamatan
(belajar tulis baca, tak sopan dengan tema kematian),
lalu dengan bakat menggambarku kubuat budi
dengan matanya kelam, senyumnya hitam: ini mayatnya
aih, kenapa tak diponten gambarku itu, Pak Guru?

Pak Guru, aku memang bukan murid yang bisa kau
banggakan, senam pagi, talkin indonesia raya, tak
lebih menarik bagiku daripada membayangkan:

prosedur kematian,

prosesi kehancuran!

Feb2003

Hasan Aspahani
www.sejuta-puisi.blogspot.com




Kali Ini, di Sajakku Ada Ular

Kali Ini, di Sajakku Ada Ular
Hasan Aspahani

akulah telah belajar pada marah ular
melapis mengelupas lapar ngejar liar

rahangku perangkap, rahang gelap ular
kata kulahap, akh! maki kutuk kutebar

di darahku mengalir racun seribu ular
di setiap lukaku tumbuh taring ular

kuburu Entah pada semak paling belukar
kutemu Engkau pada mangsa menggelapar

Feb2003

Hasan Aspahani
www.sejuta-puisi.blogspot.com



Money Back Guarantee

Money Back Guarantee

diskusi itu berakhir
setelah sembilan gelas kopi
dan dentang jam tak berarti lagi

tak ada apa-apa yang disimpulkan

kecuali bahwa Tuhan memang telah
mewahyukan kitap suci, dan di sana
tak ada ayat yang berbunyi:

kepuasan dijamin, atau
uang Anda kembali.

Feb 2003

Hasan Aspahani
www.sejuta-puisi.blogspot.com





Hari Sobek Lembar Demi Lembar

Hari Sobek Lembar Demi Lembar

segegas februari selekas januari, di ujung
kalender: desember nunggu teramat sabar
merayakan keusangan waktu, lembar demi
lembar (tanggal yang tak sempat tergambar)

ia tertibkan debar, ia rapikan gentar

ia benci kalender -- angka-angka tak terbagi --
yang angkuh sungguh mengulur-ulur umur
ia dengar gemetar sobek hari-hari, mengingatkan
dus merahasiakan bilangan hitung mundur

begitu ngantuk, ia tak ingin tidur


Feb2003

Hasan Aspahani
www.sejuta-puisi.blogspot.com





Engkau yang Terlipat, Sepi yang Tersisip

Engkau yang Terlipat, Sepi yang Tersisip

ketika dilipatnya engkau, mungkin ada Sepi yang
tersisip (melapis kenangan yang kau kekalkan)
ah, dia memang tak cermat merapikan hati:
kertas kosong untuk menulis puisi, tak ada lagi

di amplop itu cuma namamu, seperti di hatinya
tanpa perekat, prangko bergambar vas dan gunung
siap mengantar sebuah kabar ke alamat-alamatmu
kabar yang masihkah kau tunggu dengan rindu?

Feb2003

Hasan Aspahani
www.sejuta-puisi.blogspot.com





Pada Kemasan Shampoo Anakku

Pada Kemasan Shampoo Anakku


-1-

seorang anak kecil mandi lama sekali
ia mencuci rambutnya girang sekali

katanya kepada mamanya:
"nanti abah pulang, dia mau
mencium ubun-ubunku lagi..."

mamanya tersenyum manis sekali
dan diam-diam mengecupi
ujung rambutnya sendiri


-2-

dunia di rambut anak-anak
ah, alangkah indah semarak

buih-buih shampoo berjuta-juta
buih-buih yang oranye warnanya,

pantulan wajah anak-anak menjelma
jadi senyuman ah, alangkah manisnya


Feb2003

Hasan Aspahani
www.sejuta-puisi.blogspot.com





Mana Niat Catat Nasihat

Mana Niat Catat Nasihat

kita harus menuliskannya, saudara
sebelum huruf membaca kita, dan
mengembalikan nasib ke mula alifbata

kita harus menerjemahkannya, saudara
sebelum kata menyebut kita, lalu
memulangkan bahasa ke kamus lupa

kita harus mengucapkannya, saudara
sebelum suara membisik-bisik nama
menyerahkan kita ke hening hana

saudara, memang kita harus mengejarnya
sebelum gerak memaku kita, dan geram
pun dipasrahkan ke redam diam

kita harus segera mencatatnya, saudara
sebelum hanya tiada mengenang kita
(dan cuma batu nisan yang nyebut nama)

Mar 2003

Hasan Aspahani
www.sejuta-puisi.blogspot.com





Minggu, 22 Agustus 2010

Video Fisika: Eureka! Episode 29 - Radiation Waves

Dalam fisika, radiasi mendeskripsikan setiap proses di mana energi bergerak melalui media atau melalui ruang, dan akhirnya diserap oleh benda lain. Orang awam sering menghubungkan kata radiasi ionisasi (misalnya, sebagaimana terjadi pada senjata nuklir, reaktor nuklir, dan zat radioaktif), tetapi juga dapat merujuk kepada radiasi elektromagnetik (yaitu, gelombang radio, cahaya inframerah, cahaya tampak, sinar ultra violet, dan X-ray), radiasi akustik, atau untuk proses lain yang lebih jelas. Apa yang membuat radiasi adalah bahwa energi memancarkan (yaitu, bergerak ke luar dalam garis lurus ke segala arah) dari suatu sumber. geometri ini secara alami mengarah pada sistem pengukuran dan unit fisik yang sama berlaku untuk semua jenis radiasi. Beberapa radiasi dapat berbahaya.

Dalam video berikut dapat kita lihat apa yang dimaksud dengan radiasi panas ini. Eureka! telah mengemas konsep fisika ini dalam bentuk animasi kartun yang menarik.



Postingan ini berisi video pembelajaran fisika yang seru dan menarik. Untuk download, sahabat harus mendownloadnya langsung ke youtube. Atau jika kesulitan untuk mendownloadnya, bank-soal-fisika menyediakan layanan pesanan paket CD video Fisika. klik disini.

Jumat, 20 Agustus 2010

KATANYA, DIA SANGAT BERBAHAGIA

KATANYA, DIA SANGAT BERBAHAGIA

dia sangat bahagia, dulu setiap kali diajak
main bola oleh teman-temannya di lapangan
tanah yang becek di gerbang laut kampungnya,
dia sangat bahagia, karena selalu saja
dipercaya jadi penjaga gawang, karena dengan
demikian seluruh teman-temannya akan menjaganya
jauh dari bola, dari serangan lawan di lapangan
tanah yang becek di gerbang laut kampungnya,
ya, dia sangat bahagia, karena selalu saja
ada yang menendang bola hingga jatuh dan hilang
di laut yang usianya pasti tak lagi muda.

dia sangat bahagia, meskipun ketika
pulang kampung, lebaran kemarin, lapangan
tanah becek di gerbang laut kampungnya itu
kini tak ada lagi, habis digerus laut yang
tak pernah letih, dan ternyata tak pernah
jadi tua, tapi dia sangat bahagia,
karena teman-teman yang dulu mengajaknya
main bola kini telah jadi nelayan yang gagah,
yang menaklukkan pasang laut yang tak pernah
diam tak pernah lelah jua.

dia sangat bahagia, dan ingin sekali bertanya
kepada teman-temannya yang telah jadi nelayan
yang hitam legam kulitnya, "selain ikan,
kepiting, udang dan kerang, apakah kalian
temukan bola plastik kita yang tak bisa kutangkap
dan terjatuh dan hilang di laut waktu kita
main bola dulu?"

tapi dia sangat bahagia, dan tak sempat
lagi bertanya apa-apa.


Des2002.

Hasan Aspahani
www.sejuta-puisi.blogspot.com



SEPI MENGISAP SELURUH JERIT

SEPI MENGISAP SELURUH JERIT


sepi mengisap seluruh jerit
ada juga yang meniup saksopon
seperti suara memohon-mohon,
"tolong tumbuhkan lagi bulu sayapku..."

pagi, langkah matahari, jejak hati
ah, begitu anggun, begitu samun.


Des2002

Hasan Aspahani
www.sejuta-puisi.blogspot.com