UNTUK CLOSE : KLIK LINK IKLAN DI BAWAH 1 KALI AGAR MELIHAT FULL ARTIKEL ^^


Minggu, 30 Januari 2011

Puisi Depan Pusara | Wing Kardjo


Depan Pusara

Wing Kardjo

Selama ini mungkinkah sasar jalan
memuja hidup, mengejar
bayang-bayang

Memang ajal urusan masing-masing
bisakah kau bicara setelah
begitu terbaring

Kutinggalkan jalan sederhana, benang
kusut rumit kuurai dengan waktu
Hari tak kunjung terang, benang
tak lagi bisa kurentang.

Telah kutinggalkan jalan sederhana, setapak
jelas menuju dirimu. Ajal memang urusan
masing-masing. Masih juga bicara
setelah begitu terbaring.

Sumber : Kumpulan Puisi Wing Kardjo
"Fragmen Malam Setumpuk Soneta"

Sabtu, 29 Januari 2011

Biografi Arsyad Indradi


Biografi Arsyad Indradi

Lahir di Barabai, 31 Desember 1949.
Menyenangi sastra khususnya puisi sejak duduk di SMP dan SMA. Pada tahun 1970 ketika menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Unlam Banjarmasin mulai menulis puisi. Puisi-puisinya banyak diterbitkan di berbagai media cetak di Banjarmasin seperti Banjarmasin Post, Dinamika Berita, Gawi Manuntung , Bandarmasih dan lain-lain.

Sejak di SMA dan di Fakultas Hukum ikut bergabung di Lesbumi Banjarmasin dan Sanggar Budaya Kalimantan Selatan. Tahun 1972 keluar dari Lesbumi dan mengaktifkan diri di Sanggar Budaya Kalimantan Selatan. Tahun 1972 bersama Bachtiar Sanderta,Ajamuddin Tifani, Abdullah SP dan lain - lain ( mantan anggota Lesbumi ) mendirikan Teater Banjarmasin khusus menggeluti teater tradisional Mamanda.

Tanggal 5 Juli 1972 Untaian Mutiara Sekitar Ilmu dan Seni RRI Banjarmasin mengadakan diskusi puisi dipimpin oleh Bachtiar Sanderta. Puisi yang didiskusikan adalah " Dunia" karya Arsyad Indradi. Yang hadir dalam diskusi itu antara lain Yustan Azidin, Hijaz Yamani, Ajim Ariyadi, Samsul Suhud, Ajamuddin Tifani dan penyair muda Banjarmasin lainnya. Berita diskusi diexpos oleh Lembaran Kebudayaan Perspektif Banjarmasin Post tanggal 17 April 1972.

Sejak tahun 1970 - 1990 tergabung di Perpekindo ( Perintis Peradaban dan Kebudayaan ) Kalimantan Selatan yang berkedudukam di Banjarmasin.

Tanggal 8 - 9 Februari 1972, bersama 15 seniman Banjarmasin mengadakan Aksi Solidaritas turun ke jalan menyuarakan hatinurani karena ketidak pastian hukum di Indonesia, dikenakan pasal 510 KUHP, dijebloskan ke penjara dan dikenakan tahanan luar 3 bulan. Laksus Kopkamtibda Kalimantan Selatan melarang pemeberitaan ini di semua media cetak Banjarmasin. Namun Harian KAMI Jakarta mengexpos berita ini Selasa 15 Februari 1972.

Tahun 1992 menggagas dan mendirikan Dewan Kesenian Banjarbaru bersama seniman - seniman Banjarbaru.

Sejak 1980 an - 1990 an tidak begitu produktif lagi menulis puisi. Aktif menjadi juri lomba baca puisi, juri festival lagu dan menggeluti dunia tari di Balahindang Dance Group Banjarbaru. Pada tahun 2000 mendirikan Galuh Marikit Dance Group Banjarbaru. Tahun 2004 diundang Majelis Bandaraya Melaka Bersejarah pada acara Pesta Rampak Gendang Nusantara 7 Malaysia, Pesta Gendang Nusantara XII,2009 . Mendapat Penghargaan Seni Tari dari Walikota Banjarbaru (2004), Penghargaan Seni Sastra dari Walikota Banjarbaru dan Gubernur prov.Kalsel (2010).

Tahun 1996 - 2004 bergabung pada Komunitas Kilang Sastra Batu Karaha Banjarbaru. Tahun 2004 mendirikan Kelompok Studi Sastra Banjarbaru ( KSSB ), sebagai ketua.

Selalu aktif menghadiri acara diskusi sastra di Banjarbaru maupun di Banjarmasin, acara tadarus puisi yang rutin tiap tahun di adakan di Banjarbaru, Aruh sastra 1 di Kandangan ( 2004 ), aruh sastra III di Kotabaru (2006), aruh sastra V di Paringin Balangan (2008), dan aruh sastra VI di Marabahan Barito Kuala (2009).

Dalam catatan Data-data Kesenian Daerah Kalimantan Selatan yang diterbitkan Proyek Pengembangan Kesenian Kalimantan Selatan 1975/1976 digolongkan Penyair/Sastrawan dalam priode menjelang/sesudah tahun 70-an. Di dalam Sketsa sastrawan Kalimantan Selatan yang diterbitkan Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa Balai Bahasa Banjarmasin 2001, oleh Jarkasi dan Tajuddin Nooor Ganie (Tim Penyusun) digolongkan Sastrawan generasi penerus Zaman Orde Baru (1970-1979). Dan termuat dalam dalam Leksikon Susastra Indonesia (LSI) yang disusun oleh Korrie Layun Rampan Penerbit PT Balai Pustaka Jakarta.

Antologi Puisi bersama antara lain :

Jejak Berlari ( Sanggar Budaya, 1970 ), Edisi Puisi Bandarmasih, 1972, Panorana ( Bandarmasih, 1972), Tamu Malam ( Dewan Kesenian Kalsel, 1992), Jendela Tanah Air ( Taman Budaya /DK Kalsel, 1995), Rumah Hutan Pinus ( Kilang Sastra, 1996), Gerbang Pemukiman ( Kilang Sastra, 1997 ), Bentang Bianglala ( Kilang Sastra, 1998), Cakrawala ( Kilang Sastra, 2000 ), Bahana ( Kilang Sastra, 2001 ), Tiga Kutub Senja ( Kilang Sastra, 2001 ), Bumi Ditelan Kutu ( Kilang Sastra, 2004 ), Baturai Sanja ( Kilang Sastra, 2004 ), Anak Jaman ( KSSB, 2004 ), Dimensi ( KSSB, 2005 ).

Awal tahun 2006 mendirikan percetakan KALALATU Press Banjarbaru Kalimantan Selatan dan penerbitan.
Semua puisi - puisi yang belum terdokumentasikan sejak tahun 1970 - 2006, dicetak dan diterbitkan berupa antologi tunggal secara swadana dan disebarluaskan ke seluruh Nusantara.

Antologi Puisi sendiri itu , yaitu :

Nyanyian Seribu Burung ( KSSB, 2006 ), Kalalatu Puisi Bahasa Banjar dan Terjemahan dlm.Bhs.Indonesia ( KSSB, 2006 ), Romansa Setangkai Bunga ( KSSB, 2006 ), Narasi Musafir Gila ( KSSB, 2006 ), Burinik Puisi Bahasa Banjar dan Terjemahan Bhs.Indonesia (KSSB.2009) dan Kumpulan Esai-Artikel " Risalah Penyair Gila " (KSSB,2009).

Semua antologi Puisi yang diterbitkan itu telah ber-ISBN dari Perpustakaan Nasional RI Jakarta.
Empat Antologi Puisi mendapat tanggapan berupa esai, dari :

1. Dr. Sudaryono M.Pd ( Staf Pengajar FKIP Universitas Jambi ) " Narasi Penyair Gila " Arsyad Indradi, terbit di Cakrawala Seni dan Budaya Radar Banjarmasin, minggu 28 Januari 2007.

2. Dr. Sudaryono M.Pd ( Staf Pengajar FKIP Universitas Jambi )
" Kalalatu " Balada atau Mantra ? terbit di Cakrawala Seni dan Budaya RadarBanjarmasin, Minggu 25 Februari 2007.

3. Diah Hadaning ( Pengelola Warung Sastra DIHA, Depok Bogor ) " Setangkai Bunga dalam Seribu Aroma Ekspresi Cinta Lelaki Banjar ", terbit di Cakrawala Seni dan Budaya Radar Banjarmasin, Minggu18 Maret 2007.

4. Yusri Fajar ( Penyair dan Staf Pengajar Program Bahasa dan Sastra Universitas Brawijaya Malang ) " Nyanyian Seribu Burung : Dari Relasi Manusia Hingga Narasi Indonesia ", terbit di Cakrawala Seni dan Budaya Radar Banjarmasin, Minggu 29 April 2007.

Dari bulan Oktober 2005 sampai akhir tahun 2005 menghimpun 142 Penyair se Nusantara ( hasil Seleksi dari 186 penyair ) dan jumlah puisi 426 puisi, dihimpun dalam Antologi Puisi Penyair Nusantara : " 142 Penyair Menuju Bulan ", 728 halaman, dicetak oleh Kalaltu Press Bjb Kalimantan Selatan dan diterbitkan oleh Kelompok Studi Sastra Banjarbaru ( KSSB ) dengan biaya swadana, untuk cetakan pertama.

Pada cetakan kedua akhir tahun 2007, ada perbaikan dan suplemen berupa epilog - epilog, juga dengan swadana.

Tanggal 7 Desember 2006 duet baca puisi dengan Martin Jankowski pada acara Baca dan Diskusi Puisi "Detik - Detik Indonesia di Mata Penyair Jerman ", yang diselemggarakan Unlam Banjarmasin Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra FKIP Indonesian Arts and Cultural.

Tanggal 8 - 9 Mei 2006 silaturrahmi, baca dan diskusi puisi di Komunitas ASAS Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, Komunitas Sastra Ganesa ITB, Komunitas Sastra Pojok Bandung dan Komunitas Rumah Sastra Bandung.

Tanggal 17 - 19 Juli 2007 baca puisi dan mengikuti seminar sastra internasional di TIM Jakarta. Pada tahun 2007 mengikuti Kongres Cerpen Indonesia V di Banjarmasin dan th. 2008 mengikuti Kongres Sastra Indonesia di Kudus (Jateng).

Hari/Tanggal : Senin, 13 Agustus 2007 pembacaan puisi " Riverside Poetry " di Tepi Sungai Martapura depan Kantor Gubernur Kalsel menyambut harijadi yang ke-57 Provensi Kalimantan Selatan dan HUT Proklamasi yang ke-62 yang diselenggarakan oleh Panitia harijadi/HUT Proklamasi dan Dewan Kesenian Kalsel.

Th.2009 menerima penghargaan dan hadiah Umroh juara Terbaik Pengawas Pendidikan Mata Pelajaran Seni Budaya SMP/SMA/SMK ,dari Bupati Kabupaten Banjar.

Jumat, 28 Januari 2011

Puisi Tanah Sunda | Hikmat Sadkar

Tanah Sunda
Hikmat Sadkar

Kawih tingtrim nu kamari
suling jeung jentreng kacapi
haleuang paku sarakan galindeng bujang jeung lanjang
kiwari geus ilang musna
geus tilem ku mangsa

Guruminda Sangkuriang geus jauh ti kacapangan
pohaci jeung widadari lir impian nu geus bari

aheng keneh dongeng sabrang
datang ti pentas lautan

deudeuh tanah gumelar
ti taun ka taun kalantar

Garut 1978
Tina Mangle No. 694, Taun XXII 2 Agustus 1979

Kamis, 27 Januari 2011

Puisi deddi anggadiredja | kunanti jawab MU

kunanti jawab MU
deddi anggadiredja

di antara dinding-dinding bisu kamarku
lewat jendela aku menerawang angkasa
bau tanah dibangunkan gerimis tadi sore
berbaur bau bunga-bunga ditaman
mengantarkan malam ke dalam kelam

dan burung pungguk
menyanyikan gerhana
awan putih melayang-layang bagai kepak raksasa
kurasakan
segala duka dan sakit mengoyak raga
aku menanti ajalku

"wahai yang punya hidup dan matiku
aku berserah kepada MU"

kalau engkau akan memanggilku, yaa Robbi
wafatkan aku dalam khusnul khotimah
biarkan bibirku menyungging senyum
melafalkan
laaaaaaa ilaha ilallaaah
laaaaaaa ilaha ilallaaah
laaaaaaa ilaha ilallaaah
tiada illahi selain Allah
dan biarkan bulir-bulir keringat
menghiasi dahiku
akan kutabur bunga mawar dan melati
di kuburku sendiri

"wahai yang punya hidup dan matiku
aku pasrah kepada MU"

malam kian tenggelam
sunyipun merobek hati
di antara dinding-dinding bisu
kunanti jawab MU


Jakarta, Juli 2006


Selasa, 25 Januari 2011

Di Senja Ini Aku Sadar | Puisi Sunardi KS

Di Senja Ini Aku Sadar
Sunardi KS

matahari terus meluncur
seperti ada yang selalu siap sembunyi
di balik cakrawala

angin di pantai
masih seperti dulu ramah menyapa
di waktu senja membuat irama
dengan debur ombak
dan aku segera tersentak
ingin segera kudengar
celoteh kedua anakku yang bingar
ketika aku menemani bermain sebagai teman
dan kudapati ibunya
yang diam-diam mematung memperhatikan

mengapa aku kerap lena terseret ingin
meninggalkan kehangatan
daun daun jendela yang tertutup
menjaga kemungkinan pengaruh angin

tiba-tiba aku sadar di senja ini
angin melambaikan pucuk nyiur

Jepara, 2009

Puisi Angin Yang Pasrah | Sunardi KS

Angin Yang Pasrah
Sunardi KS

angin kian mencecar tembok
tetapi lumut dan debu kian
menebal
angin yang lelah diharap patah
terjungkal ke tanah

barangkali kau akan bosan
punya lidah
hanya geraham menggeretak
barangkali kau akan bosan
punya jemari kotor
lebih baik melipat tangan

batu-batu sering disisihkan
dari jalan
tetapi ada yang kerasan
di atas bantal ranjang tidurmu
mimpi berceceran
orang-orang menyembunyikan jemari
memencet hidung

angin benar-benar lelah
telah panjang sejarah
keculasan tembok tak patah-patah
kau pun berdesahan
tetapi Tuhan telah lahir dari sana

Jepara, Januari 2010


Senin, 24 Januari 2011

Puisi Sore Itu | Fernando Marco

Sore itu
Fernando Marco

Sore itu aku bersujud di wajahnya
kami berdua saling tatap, bukan bercinta
tapi malu karena saling pandang
seperti bulan meminta bintang
menitipkan cahaya barang sebentar
kami berdua terus bercerita tanpa ragu
sambil begitu, kurayu dia dengan sajak- sajak lama
yang kami selalu nyanyikan sebagai penambat hati
walau memang tak harus bertali
agar tetap terus bertaut akan kami ungkap kasih ini
hingga sampai ceritanya naik ke langit
tak bosan kami terus meluapkan rindu
kian buncah seperti bola-bola air pecah
meneteskan tiap kenang yang lama menggenang
seperti doa-doa yang akan tetap mengalir
dari hilir sampai hulu menujunya

Padang, Mei 2009

Puisi Senja Belia | Fernando Marco

Senja Belia
Fernando Marco

apa itu jingga berkumpul di pelupuk mata
serupa saga membakar kata
tanda senja telah tiba
aku harus menunggu dimana
dan engkau ada serta

Padang, Des 09

Minggu, 23 Januari 2011

Sajak Hitam | Karya Fernando

Sajak Hitam
Fernando Marco

Kesunyian ialah sekumpulan kelelawar
yang memecah kesendirian dalam bisu
melawan setiap kesaksian tak berbatas
tanpa penghalang tembok bernama satu
aku tak ingin menjelajah lagi dalam gelap
walau aku tahu tembok itu ada dihadapan
sangat jelas hitam dan putih ada di sana
bahkan mampu melenyapkan langit
yang tiap pagi kuhela
apa semua ini hal yang sama di tiap sepi
sebuah kesepian apa selalu akan begini
saat pikiran itu adalah sekumpulan kelelawar
itulah sunyi

Padang, Mei 2009

Puisi | Kala Kalam Illahi dibacakan

Kala Kalam Illahi dibacakan
deddi anggadiredja

kala kalam Illahi dibacakan
matapun terpejam
bibirpun turut berguman
telingapun heningkan pendengaran
benakpun kosongkan pikiran

kala kalam Illahi dibacakan
tentang kebenaran Al'Qur'an
tentang menjalani kehidupan
tubuh terasa gemetaran
kalbu pun bersujud khusyu
kepada Tuhan Yang Maha Tahu
berserah pasrah
kepada Allah
la haula walla quata illa billah


Banjarmasin, 1979

Puisi Selamat Jalan Bung Karno

Selamat Jalan Bung Karno
deddi anggadiredja

di kantor redaksi
di jalan braga
di atas meja - ada mesin tik
ada radio dan ada berita
tentang duka segenap bangsa
( hari ini orang besar itu telah tiada
penyambung lidah rakyat Indonesia
telah meninggalkan dunia )
langitpun menangis
bagai air mata membasuh luka-luka rakyatnya dan tanah air
sepotong sajak sederhana
kutuliskan untuk mengenangnya

Bandung, 21 Juni 1970

Tag : Puisi Untuk Ayah

Sabtu, 22 Januari 2011

Puisi Malam Bulan | Wing Kardjo

Malam Bulan
Wing Kardjo

Ketika bangun sudah bertahun-tahun tahu
bahwa kembara tak kan pernah jauh
berkelana di bawah bulan dua-dua
makin larut malam, makin

dingin untuk cinta, di urat-urat tubuh,
ditulang sumsum, di jari-jari, di tiap
kecup dan cium. Telah retak-retak
bulan, tahun jernih tak kan pulih.

Jiwa merasuk dalam rimba kelam, jasmani
tersesat di pintu hotel tua, memandang
perempuan bagai barang sewaan

Berlomba-lomba hawa penasaran menggapai lagi
angan-angan hilang dalam musim terlambat
matang, matahari terlalu cepat datang.


Sumber :
La chair, helas
Fragmen Malam Setumpuk Soneta (Pustaka Jaya)

Tag : Biografi Wing Kardjo, Surat atas Bulan, Sajak dalam Angin

Kamis, 20 Januari 2011

Puisi Bendera Dukacita | Indra Tjahyadi

BENDERA DUKACITA
Indra Tjahyadi

Malam yang menghijau,
lebih hijau ketimbang bayangan.
Ranjang yang ditinggalkan kenangan
membersitkan ledakan. Dalam rasa lapar dan kesunyian,
tapak kakiku menjejak jarak dan keperihan. Abad-abad runyam
menggerongsongkan kesumat.
Bersama waktu dan ketiadaan,
arwahku yang bisu berjalan menuju langit. Murung. Sendiri.
Mengilaukan kegelapan. Bayang-bayangku menjelma burung raib,
lebih gaib ketimbang ingatan. Seteguk jeda tak bersudahan
mendesakkan sihir arus bawah air kematian.
Penampakanku menjelma pekik,
sepanjang lorong muram kerinduan,
gentayangan, menjelma jembalang, menjadi dendam.
"Ah, payudaramu yang remaja, sayang,
kusimpan rapih dalam benak,
kujilati dalam sajak."
Dari derita ke derita
kuacungkan sebilah parang.
Gempa dan gema kuciptakan dari sembarang sekarat.
Dari segala kiamat. Igauanku tumbuh bersama luka.
Bersama derita. Kuubah segala bunyi jadi batu.
Jadi diam berpanjangan.
Kurumpangkan pohon. Kukangkangi kepedihan.
Sekelebat detak jam meluncur di atapatap rumah,
memisuhkan keheningan.
Mula dari seluruh takjub dan kesepian
mengelebatkan halilintar. Lewat sekutip nyawa
yang dilalaikan Sorga kurontokkan bebintang.
Di dasar jejurang kelam sosokku sirna.
Pudar bagai kenangan.
Kekal mengibarkan bendera dukacita.

2007-2008.

Tag : Cinta dan Kepercayaan, Puisi Cinta

MAYAT PURBA | Indra Tjahyadi

MAYAT PURBA
Indra Tjahyadi

Dalam lengang mayatku yang purba
dikirab derita. Parade musim terjangak
memampangkan nyeri roh
tak berakherat. Kupenuhi angkasa dengan bulan,
dengan gerhana,
dengan kegelapan yang menerompetkan
kemasygulan. Aku mayat purba. Di segala rute,
di segala arah,
di segala perjalanan yang kutemukan
selalu hanya bayang-bayang mengerak.Maka bagiku tak ada
yang akan selamat dari segala senyap,
segala kesuntukan.
Di tanah tak bernama,
aku menjelma kilau suar, menakwilkan requim termuram.
Ah sulur-sulur hujan yang pahit-menikam adalah
rasa sakitku yang bergerai-gersang,
senantiasa ditiupi angin dan kemilau
gemintang. Aku mayat purba. Kejahatanku garang, mengibarkan
bendera hitam kematian. Lantas maut dalam hidup pun
bertumbuhan di kepalaku penuh uban.
Di semesta hampa, nafasku hilang rupa,
jasadku tertidur pulas dalam buai peluk sekarat.
O aku berjalan balik arah bak doa-doa rabun yang dilepaskan
daun dan rerontokan. Aku mayat purba.
Mimpiku berlambang tengkorak
berwarna kemerahan. Sajakku perih sepekat darah.
Sukmaku kekal terdampar di kerak Neraka.
Terus menggeram. Terus menembaki kekosongan.

2007-2008.

Puisi MAYAT TEGAK | Indra Tjahyadi

MAYAT TEGAK
Indra Tjahyadi

Mayatku yang tegak ditabuhi rindu
berserah pada pilu.Jejak jejak mendung bergerak
ke arah murung lengkap-membusuk, diliuri belatung.
Aku pernah punya janji denganmu:
pipi muda halus gembul yang menggaungkan mazmur
di malam-malam tugur.Tapi di kota ini,
angin terlanjur berbalik arah. Dan janji yang pernah
terucap dalam setubuh tak lebih dari tahun-tahun
lewat yang tergeletak
tenang di dasar laut: lamat-lamat hanyut. Pudar.
Dalam debur ombak menabrak terumbu.Bila iklim dingin turun
membawa ingatan wajahmu jam di dinding kusam kamarku
akan berhenti berdetak,
lantas ruang pun
hanya tinggal diam dengan jendela-jendela terbuka menghadap
lengang jalan. Kiranya, akan kutinggal
perasaan segala perasaan! dekat perairan kelabu yang
memberikan segala kemungkinan bagi perih
bagi sunyi bagi puisiku."Kini aku tak membutuhkan
apa-apa lagi, kasihku" Di sebuah rumah. Di sebuah pekuburan.
Di selatan pelabuhan, mayatku yang tegak ditabuhi rindu
hidup bagai patung, menatap waktu, menatap kengangaan.
Makin pekat. Makin lekat pada hancur.

2007-2008.

Puisi Kesendirian | Indra Tjahyadi

KESENDIRIAN
- fransisca romana ninik

Indra Tjahyadi

Kesendirian menguntit.
Kelam merangkak sepanjang jalan menjelma jembalang,
menghisap darah yang bertetesan dari jejak.
Dari kedua bola mataku rabun,
kesunyian meluncur bak burung
bersayap muram yang meledakkan mendung.
"Kesunyian itu, cintaku, adalah bulan memar menyoroti
malam-malamku dengan bara hitam yang diletupkan
ingatan tentangmu."
Seluruh badai yang pernah dicurahkan
kini berpulang pada bisu.Maka iklim pun mencatat riwayatku
sebagai kesepian pohon,pohon yang dihidupkan jam-jam larut.
Ingin kupeluk tubuhmu,
tapi dalam kalbu hanya pahit,
hanya sakit menggerutup, menjalar di
segenap tulang dan nadiku.
"inikah duka, cintaku,
lagu yang tercipta dari
segenap perih dan airmata mengemuruh?"
Aku jasad murung. Dilupakan mazmur,
dihujati kubur.
Dalam hampa musim dan senyap tahun,
kesendirian menguntitku dengan
sebilah lengan terayun,
siap menujahkan parang ke dadaku.

2007-2008.

Biografi Fernando Marco

Fernando Marco, lahir di Padang, 21 Juni 1988, saat ini tercatat sebagai mahasiswa di jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Adab, IAIN Imam Bonjol Padang. Bergiat di sanggar Pelangi dan magang di kantor berita padangmedia.com.

Beberapa sajaknya diterbitkan harian Padang Ekspres, Singgalang, Suara Karya, dan juga portal Kompas.com. Kini berdimisili di Jalan Gajah Mada, Komp. DPRD No.39, Olo Nanggalo, Padang. e-mail: dodobsiiain@yahoo.com. website: redaksinando.blogspot.com


Senin, 17 Januari 2011

Puisi DALAM BUS | Gunoto Saparie

DALAM BUS
Gunoto Saparie

di balik kaca jendela
ada kabut di bukit-bukit jauh
ada suara daun-daun luruh
dan gerimis pun tak juga reda

bus pun terus saja melaju
ada beberapa ekor burung malang
berputar-putar di udara kelabu
aku dan mereka lupa jalan pulang?

2009

Puisi KANGEN | Karya Gunoto Saparie

KANGEN
Gunoto Saparie

rinduku api dalam sekam
mungkin abadi, tak juga padam
betapa jauh kau tak tergapai
puiai-puiai pun terserak sunyi
rinduku api dalam sekam
mungkin kekal, arus dalam diam
rindu memanas memanggang diriku
cinta tak akan tumbuh di atas batu

2009

PERCAKAPAN MALAM | Gunoto Saparie

PERCAKAPAN MALAM
Gunoto Saparie

percakapan malam ini
mungkin hanya sia-sia
tak bermakna, tak bermakna
hanya kata-kata sepi

namun apakah sebenarnya
arti percakapan malam ini?
tak ada, tak ada
tak tersigi mata hati

percakapan malam ini
mungkin hanya sia-sia
tak berarti, tak berarti
hanya rindu dan cinta purba

2008

Puisi WAYANG | Gunoto Saparie

WAYANG
Gunoto Saparie

benarkah hidup ini wayang
yang dimainkan maha dalang?
adegan demi adegan dilalui
dan kita sekadar menjalani?

benarkah hidup ini wayang
sampai gong terakhir ditabuh?
suluk pun menggema sampai subuh
dan kehidupan berakhir sampai ujung?

2009

Puisi PERJALANAN | Gunoto Saparie

PERJALANAN
Gunoto Saparie

perjalanan ini tanpa peta
melewati hutan kelam kalimantan
seribu kilometer tak terasa
hidup tidak tentu tujuan

ke manakah kita pergi?
kau pun mendadak terjaga
kita terjebak tak bisa kembali
kita merasa betapa sia-sia

perjalanan ini tanpa peta
melalui daerah-daerah asing
seribu kilometer tak teraba
kita tersesat tak bisa pulang

2009

Puisi Ibu Tercinta | Keberangkatan Ibu : Gunoto Saparie

KEBERANGKATAN IBU
Gunoto Saparie

lepas tengah hari
jenazahmu pun diberangkatkan
siapakah berdoa dalam sedu sedan?
namun tangisku justru begitu sunyi
dan kini kau pun terasa jauh
tak tergapai, tak teraih
kini aku pun kehilangan pelabuhan
terombang-ambing di tengah lautan

lepas tengah hari
aku pun ingin mengangkat kerandamu
namun ngilu hatiku mengingatmu
ya Allah, kau memang benar-benar pergi

2008-2009

Puisi NINA BOBO | Gunoto Saparie

NINA BOBO
Gunoto Saparie

tidurlah, kekasihku
tidurlah dalam ayunan
pejamkan sebentar matamu
berayun dalam impian

tidurlah, cintaku
tidurlah dalam buaian
jasad lelah istirahkan
lelapkan jiwa letihmu

tidurlah, kekasihku
tidurlah dalam ayunan
masuki alam gelapmu
berayun-ayun fana sendirian

2009

Rabu, 12 Januari 2011

Sahabat di Badai: Saut Poltak Tambunan

Sahabat di Badai:
Saut Poltak Tambunan

untuk sahabat dari gang Anyer
kerling lampu kedai setepian
danau Toba kian bergambar siluet dermaga
ah, sisa sedikit jarak
yang harus kita kayuh galau
mengapa badai masih saja menggeluncang
dalam hujan sesorean akhirnya kau ada di depanku
mabuk kita dalam rindu nostalgia
hanya diam sesekali tersedak
senduaku baca binar matamu
mozaik peristiwa dalam tawa
getarnya di ruang-ruang kepalaku:
andai bisa, sesakmu labuhkan
padaku Sahabatku,
Tuhan sungguh menjagamu.

SPT, Jkt, 14 Jan 2010

Lalat di Kopiku: Untuk KJ

Lalat di Kopiku:
Untuk KJ
Saut Poltak Tambunan

Sepasang pahanya langsing
berdesah menyeduh gula di kopi soreku.
Nikmat mendorong mata bolanya makin keluar.
Kujentik dengan jariku,
balas digigit dengan kemarahan penuh. Kuminta pergi,
berbalik melotot
sambil menutup bokong
dengan sayap melorot basah
(aku pikir ini pasti betina):
"Berdiri kita sama tinggi
duduk sama rendah!"astaga, aku ingat
debat kusir di pansus." Aku marah,
kutenggak saja hingga ampasnya.(dan pahanya yang berbulu
menggelinjang di ujung lidahku)

Puisi Sarimin | Saut Poltak Tambunan

Sarimin
Saut Poltak Tambunan

Sarimin tidak habis pikir
mengapa pecut masih saja mengoyak
tengkuknya meski kesetiaan
telah ia lakoni sepanjang peradaban, mengapa nasibnya
harus tergantung
pada iseng belaka orang di kota.Ia pun pergi ke pasar
rasa lapar telah lama digelar
menjadi luka menganga
dan kejujuran - kesetiaan
hanyalah keterpaksaan. Sarimin berteriak tawarkan
jantungnya.
Jajakan hatinya.
Tetapi pasar pecah berubah rusuh.
Sarimin terhimpit terinjak
oleh berbagai unjuk rasa.
Entah rasa apa,
sebab poster dan spanduk yang diarak
sudah kabur oleh darah ludah
serta serapah nista
dari lidah yang bercabang-beranting.
Aroma dendam dan dengki
dikelangitkan menjadi satu. Sarimin terseret
makin jauh masuk kota.
Ia menyaksikan orang-orang heboh
memburu tikus-tikus buron ke belantara hukum.
Tunas-tunas muda gagah berani
berteriak sungsang melintang
di perempatan hukum sambil
ramai-ramai kangkangi rambu. Semakin bingung, Sarimin
nyasar ke plaza. Di sini orang masih saja
ingin membeli kendati tak ada lagi
yang mau menjual. Cobalah bersabar, kata Sarimin
berdamai dengan diri sendiri,
masih ada sisa doa yang belum pecah
terinjak di pasar.
Tetapi siapa percaya doa bukan serapah?
Siapa percaya kebajikan
bukan akal bulus belaka? Sarimin nelangsa.
Sepotong mimpinya telah menjadi santapan
lezat para pakar di televisi.
Keadilan tinggal sebatas bahan
seminar orang-orang gardu muka
yang semalaman tidak tidur
merancang surat kaleng.
Cuaca pada kaca buram berembun
hanya menyuguhkan wajah
tak bermuka kendati masih berdasi. Sarimin
minggat ke kuburan.
Ingin muntah di atas kubur tuan lama
yang kini diziarahi bagai pahlawan sejati
meski semasa hidup
belakangan tak lagi punya nyali bertemu Sarimin.
Sebab nafas dan kentutnya merusak ozon.
Jazadnya pun meracuni tanah hingga cacing dan belatung pun
tak sudi menyentuhnya.Sarimin menangis. Ia pergi ke pergi.

Bandar Lampung, 1996

Puisi Kecewa | Terlanjur Aku Mengagumimu

Terlanjur Aku Mengagumimu
Saut Poltak Tambunan

Terlanjur siang saat aku sadar kau bukan lautku,
sia-sia saja aku menyelam
sebab padamu tidak kutemukan kedalaman. Engkau bukan sungai,
sia-sia aku arungi engkau
sebab padamu tidak jua kutemukan arus dan jeram.
Mungkin engkau telaga,
tetapi tak jua aku bisa bercermin
sebab padamu tidak kutemukan kebeningan. Engkau cuma
genangan dangkal berlumpur.
Padamu hanya ada buih dan riak
yang gelisah manakala badai tiba.Aku kecewa.

SPT, Mei 2009

Jumat, 07 Januari 2011

Kumpulan Puisi Anak Anak | Koleksi Puisi Anak SD

Link
Kumpulan Puisi Anak Anak
Karya : Wina

Buku

Oh buku
Kau teman sejati ku
Aku mencari ilmu dari mu
Kalau aku kesepian, ku slalu membaca mu

Oh buku ku
Kau sebagi sumber sumber ilmu
Ilmu untuk anak bangsa dan untuk mencerdaskan bangsa
Karena mu aanak bangsa menjadi pintar

Oh terima kasih buku


Guruku

Oh Guruku
Betapa besar jasamu
Walaupun semua orang bilang,kau pahlawan tanpa tanda jasa
Tanpa mengenal lelah mengajarkan ku
Membuat anak-anak menjadi pintar

Oh guruku
Kau memang pahlawan
Walaupun tanpa tanda jasa
Kau tetap mengajar kan kami
Demi masa depan kami untuk bangsa negara kami

Oh terima kasih guruku


Adiku

Oh adikku....
Kau sangat lucu
Rambutmu merah dan ikal
Wajahmu mungil
Lucu sekali....
Mulutmu kecil
Pipimu mungil
Ku inginmencium pipimu yang mungil
Ku akan selalu sayang padamu..
Kau bisa menghiburku saat ku sedih

Oh adikku, kau sangat lucu


Boneka

Kau sudah menemaniku tidurku yang lelap
Saat ku sedih ku pasti memelukmu..
Ku akan mengajakmu bermain ke mana saja
Oh bonekaku
Ku akan syang padamu
Ku takkan melupakan mu
Kau teman hidupku
Kau menjadi sahabatku
Terima kasih bonekaku

Ku takkan melupakan mu


Profil Wina
Bernama Asli Salsabila Syahira Adi, Siswi SD Kelas 5 SDN 29 Depok Tengah, Prestasi terbaru Juara Terbaik Kategori kelas V- Ke atas Lomba Menulis Cerita setelah mendengar dongeng di FLP Depok II TimurTingkat kota Depok.Desember 2007.

Sumber : http://rumahcahayadepok2.blogspot.com


Senin, 03 Januari 2011

Biografi D. Zawawi Imron

Biografi D. Zawawi Imron

D Zawawi Imron (lahir di Batang-batang, Sumenep, Madura, 1945, tidak diketahui tanggal dan bulannya) adalah sastrawan Indonesia.

Penyair yang tidak tamat Sekolah Rakyat ini tetap tinggal di desa kelahirannya. Dia memenangkan hadiah utama penulisan puisi ANTV (1995).

Bersama Dorothea Rosa Herliany, Joko Pinurbo, dan Ayu Utami, Zawawi pernah tampil dalam acara kesenian Winter Nachten di Belanda (2002).

Karya

  • Semerbak Mayang (1977)
  • Madura Akulah Lautmu (1978)
  • Celurit Emas (1980)
  • Bulan Tertusuk Ilalang (1982; yang mengilhami film Garin Nugroho berjudul sama)
  • Nenek Moyangku Airmata (1985; mendapat hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P & K, 1985)
  • Bantalku Ombak Selimutku Angin (1996)
  • Lautmu Tak Habis Gelombang (1996)
  • Madura Akulah Darahmu (1999).