Jenny juga memiliki seorang ayah yang sangat menyayanginya. Setiap menjelang tidur, sang ayah selalu membacakan sebuah buku cerita untuknya. Pada suatu hari seusai membacakan cerita, sang ayah bertanya kepada Jenny; “Jenny, apakah kamu sayang ayah?” “Pasti, yah. Ayah tahu betapa aku menyayangi ayah.” ”Kalau kau memang mencintai ayah, berikanlah kalung mutiaramu pada ayah.” “Yaa… ayah, jangan kalung ini. Ayah boleh ambil mainanku yang lain, Ayah boleh ambil Rosie, bonekaku yang terbagus, Ayah juga boleh ambil pakaian-pakaiannya yang terbaru tapi jangan ayah ambil kalungku…” “Ya anakku, tidak apa-apa… tidurlah.” Ayah Jenny lalu mencium keningnya dan pergi, sambil berkata: “Selamat malam anakku, semoga mimpi indah.”
Seminggu kemudian setelah membacakan cerita ayahnya bertanya lagi: “Jenny apakah kamu sayang ayah?” “Pasti, Yah. Ayah kan tahu aku sangat mencintaimu. ” “Kalau begitu, boleh ayah minta kalungmu?” “Yaa, jangan kalungku…, Ayah ambil Ribbons, kuda-kudaanku. .. Ayah masih ingat kan ? Itu mainan favoritku. Rambutnya panjang dan lembut. Ayah bisa memainkan rambutnya, mengepangnya dan sebagainya. Ambillah Yah, Asal ayah jangan minta kalungku…” “Sudahlah nak, lupakanlah,” kata sang ayah.
Beberapa hari setelah itu Jenny mulai berpikir, kenapa ayahnya selalu meminta kalungnya? dan kenapa ayahnya selalu menanyai apakah ia sayang padanya atau tidak? Beberapa hari kemudian ketika ayah Jenny membacakan cerita, Jenny duduk dengan resah. Ketika ayahnya selesai membacakan cerita, dengan bibir bergetar ia mengulurkan tangannya yang mungil kepada ayahnya sambil berkata: “Ayah…, terimalah ini..” Ia lepaskan kalung kesayangannya dari genggamannya, dan dengan penuh kesedihan kalung tersebut berpindah ke tangan sang ayah… Dengan satu tangan menggenggam kalung mutiara palsu kesayangan anaknya, tangan yang lainnya mengambil sebuah kotak beludru biru kecil dari kantong bajunya. Di dalam kotak beludru itu terletak seuntai kalung mutiara yang asli, sangat indah dan sangat mahal… Ia telah menyimpannya begitu lama untuk anak yang dikasihinya. Ia menunggu dan menunggu agar anaknya mau melepaskan kalung mutiara plastiknya yang murah, sehingga ia dapat memberikan kepadanya kalung mutiara yang asli
Begitu pula dengan dengan Tuhan kita… seringkali Ia menunggu lama sekali agar kita mau menyerahkan segala milik kita yang palsu … dan menukarnya dengan sesuatu yang sangat berharga….
4.5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar