Secuil Surat Untuk [Tuan] PresidenRia Diah A.
Bapak Presiden Yang Terhormat,
Kami marah bukan karena benci.
Kami marah karena cinta.
Cinta yang kepalang besar bagi pertiwi
yang tanahnya sudah kami injak puluhan tahun,
yang udaranya kami hirup setiap hari,
yang hasil buminya memberi makan mulut-mulut kami.
Prihatin tak lagi cukup, Bapak.
Beragam janji dan instruksi tidak lagi mampu membungkam mulut kami,
karena kami sudah kenyang dengan janji.
Kami lelah… menunggu tanpa daya.
Kami letih menonton tanpa bisa berbuat apa-apa.
Kami ingin pajak yang kami bayarkan digunakan untuk sebaik-baiknya
kepentingan
rakyat dan pembangunan negara,
karena sekalipun kami hidup berkecukupan,
jutaan penduduk Indonesia belum menikmati kehidupan yang layak.
Sudah cukup kami merasa pedih melihat uang hasil jerih payah kami
digunakan untuk plesiran anggota dewan yang terhormat,
sementara jutaan rakyat miskin makan nasi yang sudah kotor setiap hari.
Bapak, tolong dengarkan kami. Lakukan sesuatu.
Bertindaklah agar kami tahu orang yang kami pilih
memang layak mengemban kepercayaan kami.
Kami tak minta banyak, sungguh. Jangan bilang itu terlalu sulit.
Kelak bila
harga BBM naik, dengan gagah dan baik hati konon Bapak akan memberi kami kompensasi: Bapak akan membuat kami mengantre
untuk mendapatkan uang bantuan agar kami tak merasa kesulitan.
Tapi, pikiran kami sederhana saja, Pak,
benarkah Bapak suka melihat kami mengantre—
panjang-mengular dari Sabang sampai Merauke?
Kami tidak suka itu, Pak.
Kami tak suka terlihat miskin, apalagi menjadi miskin.
Kalau memang Bapak punya uang untuk dibagikan kepada kami,
pakailah uang itu, kami rela meminjamkannya
untuk menyelamatkan ‘perekonomian nasional’
yang konon sedang gawat itu.
Tak perlu naikkan BBM,
pakailah uang kami itu:
kami rela meminjamkannya untuk menyelamatkan
bangsa!
29 March 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar