UNTUK CLOSE : KLIK LINK IKLAN DI BAWAH 1 KALI AGAR MELIHAT FULL ARTIKEL ^^


Sabtu, 05 Mei 2012

Azas - Azas Penelitian Tindakan Kelas


           Penelitian Tindakan Kelas merupakan jenis penelitian yang masih relatif baru dalam dunia penelitian. Karena masih relatif baru, maka di sini penulis mencoba menuliskan tentang azas-azas Penelitian Tindakan Kelas. Ada sejumlah ahli yang mengemukakan azas-azas atau prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Kelas secara berbeda yang seharusnya diperhatikan dan dipegang teguh dalam Penelitian Tindakan Kelas.
Suharsimi Arikunto (2007) mengemukakan azas atau prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Kelas, yaitu sebagai berikut:
1.      Azas Kegiatan Nyata Dalam Situasi Rutin 
Penelitian tindakan kelas hendaknya dilakukan tanpa mengubah situasi rutin sesuai dengan aslinya. Jika penelitian tindakan kelas dilakukan dalam situasi lain, maka hasilnya tidak dapat dijamin dapat diterapkan lagi dalam situasi aslinya. sebab hasil penelitian yang tidak diperoleh dari situasi rutin akan menjadi tidak wajar atau tidak alami. oleh karena itu penelitian tindakan kelas tidak perlu diadakan dalam waktu khusus, tidak perlu mengubah jadwal pembelajaran yang sudah ada, melainkan melebur dengan jadwal pembelajaran yang sudah ada sesuai dengan jadwal yang telah ada. kelebihan dari cara demikian ini adalah ketika guru melakukan penelitian tindakan kelas tidak menimbulkan kerepotan bagi kepala sekolah, wakil kepala sekolah bagian kurikulum, wali kelas dan juga siswanya sendiri karena tidak mengubah jadwal yang sudah ada.
berdasarkan azas ini maka penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh  guru harus yang terkait dengan profesi guru, yaitu yang terkait langsung dengan proses pembelajaran.
2.      Azas Kesadaran Diri untuk Memperbaiki Kinerja 
           Dasar filosofi dari penelitian tindakan kelas adalah bahwa manusia itu pada dasarnya tidak senang dengan sesuatu yang bersifat statis. sesuatu yang bersifat statis itu akan cenderung membosankan sehingga manusia cenderung menginginkan sesuatu yang lebih baik. Untuk mencapai sesuatu yang lebih baik ini tentunya perlu ada upaya kegiatan yang dilakukan secara berkelanjutan dan sifatnya terus meningkat. dalam konteks penelitian tindakan kelas hendaknya guru melakukan bukan karena adanya permintaan apalagi paksaan dari pihak lain, misalnya kepala sekolah, melainkan atas dasar  kesadaran yang timbul darti dalam diri sendiri.  Dengan kesadaran diri ini berarti guru dalam melakukan penelitian tindakan kelas dilandasi oleh kesukarelaan, senang hati, pengharapan, dan kesungguhan untuk mewujudkan proses dan hasil pembelajaran yang lebih baik daripada yang selama ini dilakukan. Guru juga melakukan penelitian tindakan kelas karena memiliki kesadaran mendalam bahwa ada kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya, kinerjanya selama ini, dan didorong oleh keinginan yang kuat untuk memperbaikinya. 

3.      Azaz Analisis SWOT 
        SWOT merupakan singkatan dari “Strength (S), Weakness (W), Oppurtunity (O), Threat (T)”. Strength berarti kekuatan, Weakness berarti kelemahan, Oppurtunity berarti kesempatan atau peluang, dan Threat berarti ancaman. Dalam penelitian tindakan kelas, pihak yang dianalisis dengan menggunakan empat unsur SWOT harus meliputi guru  yang melaksanakan tindakan dan siswa yang dikenakan tindakan. analisis ini digunakan untuk menunjukkan bahwa penelitian tindakan kelas sesungguhnya dilakukan secara serius sejak awal perencanaan, selama pelaksanaan, dan menganalisis serta  pemaknaan terhadap hasil tindakan. Artinya dalam serangkaian penelitian tindakan kelas itu, kekuatan-kekuatan dan  kelemahan-kelemahan yang ada dari guru, siswa dan proses pembelajaran selama ini harus dianalisis secara cermat. Kesempatan/peluang serta ancaman merupakan analisis cermat terhadap factor-faktor yang diluar guru dan siswa. Artinya, guru dalam merancang suatu tindakan harus mempertimbangkan unsur-unsur yang dapat dimanfaatkan dan sebaliknya juga harus mempertimbangkan kemungkinan ancaman atau bahaya yang dapat mengganggu proses penelitian. 

4.      Azas Empiris dan Sistematis 
            Proses pembelajaran yang sesungguhnya merupakan suatu sistem yang mengandung dan melibatkan banyak unsur. Unsur-unsur yang terlibat dan membentuk suatu sistem pembelajaran itu sebenarnya yang  dimaksud dengan empiri pembelajaran.  Empiri  itu artinya kondisi nyata pengalaman keseharian dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu penelitian tindakan kelas harus menemu-kenali, memahami, mencermati dan menganalisis empiri pembelajaran itu sebagai suatu sistem; tidak boleh terpisah-pisah ibarat serpihan-serpihan pembelajaran. Jadi, agar penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh guru dapat memperbaiki proses pembelajaran dan pada akhirnya memperoleh hasil pembelajaran secara berkualitas, harus memperhatikan semua unsur-unsur  yang saling terkait  dalam suatu proses pembelajaran. 

5.      Azas SMART dalam Perencanaan 
          SMART ini merupakan singkatan dari “Spesific (S), Managable (M), Acceptable danAchievable (A), Realistic (R), Time –Bound (T). Berikut ini penjelasan masing-masing dalam kaitannya dengan penelitian tindakan kelas.
Specific, arti katanya adalah khusus, tidak terlalu umum. Ini mengandung makna bahwa guru sebagai peneliti dalam penelitian tindakan kelas, dalam merencanakan tindakan bersifat khusus dan tidak terlalu luas. Dengan  cara demikian, guru dalam nelakukan penelitian tindakan kelas tidak terlalu repot, tidak terlalu kesulitan, siswapun bisa lebih terfokus, dan akhirnya dapat membawa pada peningkatan hasil belajar secara maksimal.
Managable,  arti katanya adalah mudah dikelola atau mudah  dilakukan. Ini mengandung makna bahwa guru sebagai penliti dalam merencanakan penelitian tindakan kelas harus memilih yang mudah  dilakukan, tidak menyulitkan diri sendiri, tidak berbelit-belit. Contohnya: tidak menyulitkan dalam melakukan tindakan, tidak menyulitkan dalam melaksanakan observasi  atau  pengumpulan datanya, dan tidak kesulitan dalam mengoreksi atau menganalisis  hasilnya.
Acceptable, arti katanya dapat diterima oleh lingkungan, sedangkan Achievable arti katanya dapat dicapai atau dapat di jangkau. Hal  ini mengandung makna bahwa guru sebagai peneliti dalam melakukan penelitian tindakan kelas dapat diterima oleh siswa sebagai subjek yang dikenai tindakan. Artinya siswa yang dikenai tindakan tidak mengeluh karena adanya tindakan kelas yang dilakukan  oleh guru serta tidak mengganggu lingkungan sekolah. Selain itu, tindakan yang dilakukan oleh guru dan diterima oleh siswa yang dikenai tindakan juga dapat di jangkau atau dicapai oleh guru itu sendiri maupun oleh siswa.
Realistic, arti katanya adalah sesuai dengan kemampuan atau tidak di luar jangkauan. Ini  mengandung makna bahwa guru sebagai peneliti dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas tidak terlalu muluk-muluk, tidak terlalu rumit, tidak menyimpang dari kenyataan yang ada disekolah, dan bermanfaat bagi peningkatan kualitas subjek yang dikenai tindakan. Artinya dengan melaksanakan tindakan yang tidak terlalu  rumit, tetapi dapat memperbaiki kualitas proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa.
Time-Bound, arti katanya adalah terikat oleh waktu atau dibatasi oleh waktu. Ini mengandung makna bahwa guru sebagai peneliti dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas harus memiliki perencanaan waktu yang jelas. Batasan waktu ini sangat penting agar guru dapat merencanakan tindakan yang tepat dan hasil bagi peningkatan kualitas proses pembelajaran maupun  hasil belajar siswa bisa diperkirakan dengan jelas.
Sementara itu ahli lainnya yaitu Winter, R (1989) dalam bukunya yang berjudul “Learning From Experience: Principles and Practice in Action Research” menyatakan ada enam asas yang menuntut pelaksanaan penelitian tindakan : (1) kritik refleksif, (2) kritik dialektis, (3) sumber daya kolaboratif, (4) resiko, (5) struktur majemuk, dan (6) teori, praktek, transformasi.
1.       Kritik Refleksif
Refleksi merupakan proses berpikir yang memerlukan kemampuan untuk berpikir bolak-balik antara induksi deduksi. Dalam berpikir reflektif lebih menuntut kecerdasan dan kecakapan dalam menangkap makna dan esensi dari sesuatu. hasil kerja refleksi yang bermutu biasanya cenderung lebih dalam kebermaknaannya daripada kerja induksi atau deduksi. Oleh karena itu menurut Muhammad Asrori (2008) azas kritik reflektif dalam penelitian tindakan kelas adalah bahwa dalam melakukan penelitian tindakan kelas seorang guru harus mampu mencermati, merenungkan dam menganalisis secara cerdas terhadap tindakan yang telah dilakukan dalam proses pembelajaran sehingga ditemukam aspek-aspek yang masih perlu dilakukan perbaikan dan peningkatan kualitasnya pada tindakan berikutnya.
Pada dasarnya prosedur membuat kritik refleksif memiliki tiga langkah : (a) mengumpulkan catatan-catatan yang telah dibuat oleh peserta penelitian tindakan atau pihak berwenang, seperti catatan lapangan, transkrip wawancara, pernyataan tertulis darai peserta, atau dokumen resmi, (b) menjelaskan dasar refleksi catatan-catatan, sehingga (c) pernyataan dapat ditransformasi menjadi pernyataan sederet alternatif yang mungkin dapat disarankan, yang beberapa penafsiran tertentu tidak terpikir sebelumnya.
Peneliti hendaknya tidak langsung mempercayai sejumlah data yang diperoleh. Peneliti hendaknya berpikir: apakah data benar-benar cocok dengan fakta? Apakah generalitas itu benar dengan memperhatikan serentetan dugaan dan penilaian yang mendasari penafsiran. Hal ini memungkinkan dibuatnya sejumlah pernyataan alternatif yang relevan (gayut) dan penting. Kritik refleksif memungkinkan dikemukakannya sederet argumen dan diskusi. Hal ini berbeda dengan penelitian tradisional yang menyatakan data harus cocok dengan fakta-fakta dan data terpercaya.

2.      Azas Kritik Dialektis
Metode positivisme menyarankan kita untuk mengamati gejala secara menyeluruh dan membatasi secara pasti agar dapat mengidentifikasi sebab dan akibatnya. Pendekatan ini mengharuskan peneliti melakukan kritik terhadap gejala yang ditelitinya. Hal ini memerlukan pemeriksaan (a) konteks hubungan secara menyeluruh yang merupakan satu kesatuan meskipun ada pemisahan yang jelas, (b) struktur kontradiksi internal –dibalik kesatuan yang jelas- yang memungkinkan adanya kecenderungan untuk berubah meskipun ia stabil.
Kritik dialektis dapat dilakukan dengan peneliti memusatkan pada salah satu atau tiga karakteristik dari perangkat gejala tersebut, yaitu : (a) terpisah tetapi dalam konteks hubungan yang perlu ada, (b) ika tetapi bhineka; peneliti peneliti perlu mencari keikaan diantara perbedaan yang tampak jelas dan kontradiksi yang tersembunyi dibalik keikaan yang tampak jelas, (c) cenderung berubah; peneliti menangkap isyarat bahwa sesuatu berubah di masa datang.

3.      Azas Sumber Daya Kolaboratif
Apa peran saya sebagai peneliti? Hubungan macam apa yang harus saya ciptakan dengan pimpinan sekolah, murid, teman sejawat yang tertarik, dan semua sumber data? Bagaimana saya berusaha agar obyektif? Pertanyaan tersebut merupakan cara kita untuk memahami asas ini.
Peneliti atau guru yang sedang melaksanakan penelitian harus menyadari bahwa guru atau peneliti merupakan bagian dari yang diteliti. Guru bukan hanya pengamat, tetapi terlibat langsung dalam proses situasi tersebut. Proses kerja sama kolaborasi antara anggota peneliti memungkinkan proses itu berlangsung. Kolaborasi dimaksudkan bahwa untuk melengkapi ketuntasan pemahaman terhadap situasi penelitian. Maka beberapa orang akan memberikan kelengkapan pemahaman yang lebih tuntas dibandingkan dengan pemahaman yang hanya dilakukan oleh satu orang. Seorang guru dapat memiliki pertimbangan dan pemahaman yang lebih baik. Jika ia memperoleh pandangan dan pertimbangan dari teman atau kepala sekolah.
Kolaborasi dapat dilakukan secara efektif, jika peneliti semenjak awal telah mengadakan berbagai kesepakatan dengan berbagai pihak yang dapat membantu dalam proses penelitiannya. Berbagai sudut pandang dari berbagai orang atau pengamat akan memberikan sudut pandang yang lebih komprehensif. Penggunaan kolaborasi bukan berarti memadukan semua sudut pandang untuk memperoleh kesepakatan melalui evaluasi. Ragam perbedaan sudut pandang dan persepsi akan memperkaya sumber daya dan melalui sumber daya itulah peneliti atau guru analisanya dapat bergerak bergeser keluar dari titik awal pribadi yang terhindarkan menuju gagasan yang secara antar pribadi telah dinegosiasikan. Dengan sudut pandang guru dapat dilengkapi termasuk sudut pandang siswa.
Dengan upaya kolaboratif, keobjektifan memiliki empat pengertian, yaitu : (a) proses kolaborasi berfungsi sebagai tantangan terhadap objektivitas seseorang, (b) proses kolaboratif melibatkan pemeriksaan hubungan antar data, (c) keluaran proses tersebut adalah sederet analisis yang didasari hubungan yang melekat dan diperlukan baik logis maupun empirik, (d) keluaran proses tersebut berupa usulan praktis yang didasari pemikiran objektif.

4.      Azas Resiko
Asas ini berarti bahwa pemrakarsa penelitian harus berani mengambil resiko melalui proses penelitiannya. Salah satu resikonya adalah melesetnya hipotesis, kemungkinan adanya tuntutan melakukan transformasi, adalah (a) penafsiran sementara peneliti tentang situasinya yang sekedar menjadi sumber daya bersama-sama dengan penafsiran anggota lainnya, (b) keputusan peneliti yang terkait dengan persoalan yang dihadapi, dengan demikian tentang apa yang gayut dan apa yang tidak, (c) antisipasi peneliti terhadap urutan kejadian yang akan dilalui oleh penlitinya.

5.      Azas Struktur Majemuk
Laporan secara konvensional adalah meringkas dan menyatukan, bersifat linear dan menyajikan kronologi peristiwa atau urutan sebab akibat, disajikan dengan suara tunggal penulisnya yang mengatur bukti mendukung kesimpulannya, sehingga laporannya tampak berwenang dan meyakinkan pembaca. Struktur kesatuan ini adalah format yang cocok untuk penelitian aliran positivis.
Berbeda dengan karakteristik laporan penelitian konvensional, laporan Penelitian Tindakan Kelas memiliki struktur majemuk. Hal ini berhubungan dengan sifat penelitian tindakan yang dialektis, reflektif, mempertanyakan dan kolaboratif. 
Struktur majemuk ini berhubungan dengan gagasan bahwa gejala yang diteliti harus mencakup unsur pokok agar menyeluruh. Misal; jika penelitian menyangkut murid, teman, interaksi pembelajaran. Jadi kajian situasi harus mengandung data yang berhubungan dengan semua itu, karena masing-masing hanya dapat ditafsirkan dalam konteks yang diciptakan oleh unsur-unsur lain. Laporan majemuk ini dapat memenuhi dapat memenuhi kebutuhan berbagai kelompok pembaca.

6.      Azas Teori, Praktek, Transformasi
Terpisahnya teori dan praktik dalam penelitian konvensioanl dijembatani oleh penelitian tindakan dengan meninggalkan konsepsi-konsepsi positivis tentang penelitian tindakan. Langkah pertama menekankan bahwa teori dan praktik bukan dua dunia yang berbeda, melainkan dua tahap yang berbeda yang saling bergantung dan mendukung proses perubahan.

Jangan lupa tinggalkan komentarnya ya….:-)

Sumber :

1.      Suharsimi, Arikunto (2007), Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bhumi Aksara
2.      Winter, R. (1989). Learning front experience: Principles and practice in action-research. New York: Falmer.
3.      Mohommad Ashori (2008), Penelitian Tindakan Kelas, Bandung : CV Wacana Prima.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar