DI SAMARANG
Jun Nizami
Alamanda, alamanda, memandangmu dari jendela yang terbuka. Sepagi ini, kenangan merambat seperti waktu, seperti tetumbuhan labu di dadamu. Kau memanggil, sedang aku mendekap tubuh sendiri yang menggigil.
Alamanda, alamanda, rumah-rumah dihantam kabut, sedang aku dikepung gelisah yang tak juga surut. Samarang yang dingin, siapa yang menari di luka angin. Tanah adalah rahasia, bagi hektar kentang yang membaca cuaca.
Alamanda dan selukis bukit. Adakah yang lebih bergembira selain petani, yang memanggul sekarung kol, di musim yang tak terduga ini. Ketika dadaku yang tak asing bagi pamit, masih saja memuja rasa sakit.
2011
http://www.kabar-priangan.com/news/detail/1255
Tidak ada komentar:
Posting Komentar