Belada Dua Musim
Oleh: slem reog
malam ini sunyi mengundangku pada kegelisahan edelwis yang aromanya hilang tertelan bulan karena sedari tadi kau diam meski ku hantar
bayang-bayang pada lamunanmu
kau lebih asyik bernyanyi tentang malam yang takut berupa pada terang.hujanpun tak karuan mendandanimu hingga kau lupa bahwa jalan yang kita tebang pohonnya telah remang karena sore tak membagi cahanya lantaran lelah melihatmu terlalu sibuk dengan tumpukan langkah yang kau susun sebelum aku lebih dalam dan jauh mengnalmu
sepertinya aku lebih ingin sendiri belajar memaknai kehilangan ini, karena angin, hujan dan jalan atau bahkan bulan terlalu
jujur memberi arti pada sebuah kenyataan
ku ingat lagi sebuah pertemuan yang tak ada kata, hanya saja ada kebisingan yang sengaja kau cipta lantaran telah bosan dengan keadanku yang lelah perangi puisi yang belum rampung kau tulis diubun malam yang rela dikawini bulan
kemudia kau beranjak dari sofa tanpa ada kata yang kau hidangkan di meja, aku jatuh pada perih membelati hingga tak ada lagi sebuah tulisan yang pernah kau simpan dalam tas warna kemerahan yang kau tulis sebelum kita makan di warung perempatan
disitu kau ajukan sebuah pertanyaan indah tentang esok sebelum ayam berkongkok , jika seandainya bintang jatuh dan berani membaca
puisi-puisimu maka siapa yang hendak kau banguni jika semua anak- anakmu dan isrtrimu terlelap diranjang lamaran perkawinanmu;
yah…
sebelum benar-benar ku jawab kau lebih dulu asing dan lelap pada sunyimu
menjadi
dua musim di mataku yang sama- sama bermimpi menjadi satu hujan agar tak ada lagi cerita iedelwis mati sebelum berduri;
Bandung, 22-12-2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar