setelah menanam kutuk
lahir peri dari rahimmu
lalu melunta di kamar-kamar
matikan lampu
yang tumbuh di dinding
“aku kunti dari segala peri
menyasapkan petualang
yang datang dan pergi
menjilati tubuhku,
menancapkan kelamin.”
kudengar rintihmu
sepanjang malam
dari bilik kamar
yang samar
setelah itu tawamu
tak lagi sampai menggoda
untuk menjerat
syahwat kami
di pohon kapuk
kau menggantung
dengan kelamin buntung
dan perut kembali bunting
oleh ratusan peri
yang kehilangan mata
matahari bukan lagi
yang datang kemarin
tapi pelaminan
begitu lengang
ditinggal para lelaki
mencari ibu segala peri
(melebihi parasmu)
untuk dikawini
“selamat tinggal pohon kapuk
dilupakan karena lapuk.”
kudengar rintihmu
ditinggal para lelaki
Lampung, 8 November 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar