: untuk Ramon, Nanang (juga yang lain, siapa saja yang ingin).
/adegan I/
Ia terbaring bersama letih
yang belum sempat ia beri nama,
juga seorang di sampingnya
yang sama asingnya.
"Hawa? Hawa? Betulkah Tuhan
pernah menyebut nama itu di surga?
/adegan II/
Yang terbaring memejam di sampingnya. Begitu
damai tampaknya:
"Tapi, apa yang berdebar di dadaku,
apakah juga ada di dada itu? Di dada itu?
Yang bergetar di selangkangku, apakah
juga ada di selangkang itu? Ya, di situ?"
Yang terbaring memejam di sampingnya, sesungguhnya
juga tak dapat lelap sepenuhnya. Dia teramat ragu,
tapi jangan-jangan iblis lagi yang punya kerja. Dia teramat ingin
didengar bisik hatinya:
"Adam, rasanya kita tak akan terlalu menyesal
telah terusir dari surga."
/adegan III/
Tapi, ada yang tak sempat disadarinya ada di surga sana,
ketika disentuhnya telanjang tubuh yang sama.
Ya, ada yang tak sempat dirasakannya ada di surga sana,
ketika dipandangnya pesona mata yang sama.
/adegan IV/
Langit masih jingga, subuh teramat muda.
Daun hati masih menyimpan sihir sinar bulan.
Dingin kala itu begitu lain, begitu ingin.
Dua tubuh itu akhirnya menuntaskan
persetubuhan pertama di dunia. Setelah
semalaman begitu lain, begitu ingin.
Di rumput, tak terlacak lagi, mana keringat,
mana embun, mana cairan yang lain.
"Tuhan, di mana engkau semalam?"
jan2003
Hasan Aspahani
www.sejuta-puisi.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar