Sketsa Sebuah Perjalanan
Matroni el-Moezany
Kurangkai semua yang terbaca
Dalam kilasan surau-surau semesta
Pada ikan-ikan di pagi hari
Pagi yang membuat aku paham
Makna persahabatan dan kesetiaan
Rindang malam
Tak serindang kata-kata
Kubertanya pada Liya
“Sudah kau serahkan kesedihanmu pada ikan-ikan”
“belum”
Kesedihan tak membuat
Penguasa lari,
Biarkan mereka menikmati indahnya
semestaMenikmati lumatan-lumatan rasa
Menikmati luka-luka massa
Agar Kesedihan semu
Kau harus biarkan bibirmu mengalir pada orang-orang
Aneh, kesedihan itu menjadi uang-uang bernilai di saku para raksasa
Kubakar semua kesemuan itu, tapi
Dengan apa aku harus membakarnya
Api, aku tak punya
Bara, masih belum nyala
Darah, belum mengalir
Aku jadi bingung melihat ke(semu)an itu,
kulihat ternyata kertas bermakna kekuasaan
kulihat kata-kata ternyata kosong
kulihat senyum tenyata menyakitkan
lalu, apa yang harus kulihat di masa depan
ulama, intelektual, budayawan, seniman
mereka mencari pasar? Mereka mau, di bayar
kemana aku harus melangkah dan mendamaikan jiwa ini?
Kini semua menjadi pasar
Segalanya bisa diuangkan,
Kata-kata, pikiran, hati, jiwa, rasa karena uang
Tak kusangka ternyata haluan.
Liku yang tak memiliki refleksi
Belum membuahkan keranuman
Hijau daun di pangkas
Ditudungi berjuta tubuh penguasa
Walau panas hati kami
Kuletih bersandar ke tiang pancasila
Budaya datang merayap
Di tambah nyanyian maling-maling
Mengantuk karena kegelapan
Bangsa buruk di daerah kami
Atap langit bumi pun gersang
Tidur pulas tak mandi-mandi
Matahari meniduri bumi
Dimana hatiku takkan pilu
Mandang kerakusanmu
Yogyakarta, 12 Mei 2010
http://oase.kompas.com/read/2012/07/14/01050674/Sajak-Sajak.Matroni.el-Moezany
Tidak ada komentar:
Posting Komentar