Surat Tua
Eka Fendri Putra
Kembalilah Iwan,
pohon cengkeh berbuah emas
Di lereng bukit sebelah barat
Wangi kulit manis dan pala lebat buahnya
Pulanglah, perawan muda ceria bermekaran
Akan ada tujuh belas perhelatan
lepas lebaran
Bibah dapat suami ketigabelas,
orang rantau tentu
Si Badut pun akhirnya dapat jodoh,
si Kiah Janda si Jibun yang cerai mati
di Takengon Surat itu terlipat
dalam sebuah buku lama
Bertahun satu sembilan lima lima,
bulan dua, tanggal tiga
Dari Sulaiman, temanku,
yang mati waktu perang saudara
Tahun satu sembilan lima sembilan
Waktu subuh mayatnya ditemukan
Tubuhnya memagut batu,
terkulai dalam air di tepi danau
Degan satu setengah kaki.
Setengahnya lagi, hilang
"Hentakan alu di lesung
tingkah bertingkah
Ditumbukkan tiga perawan muda Iwan,
pulanglah, Pulanglah Iwan" Kinantan putih,
merah ranggahnyaIa berkokok sambil terbang
Di sepanjang lorong kampung.
Oh abang Leman
Ketika ia tertembak,
menjelang subuh ituPerawan desa kami merasa
jadi janda karena duka
Gema perbukitan, gaung puput tanduk
Di kampung pedalaman, gelak cekikikan
Semua sudah lama, terasa jauh, kian sayup
Dalam kenangan, bayangan riang jadi lara
Aku tak bisa pulang,
perang saudara belum usai
Hingga kini,
nama Sulaiman abadi dalam cinta
Tersimpan dalam pantun,
mengalun dalam salung
Umur sembilan belas ia mati,
di tepi danau yang sepi
Ketika perang saudara,
50 tahun yang lalu
Maret, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar