Biji MatahariDadang Ari Murti
sekuntum
matahari mekar di daun telingamu
meluruhkan serbuk sari di sekujur pipimu
kuning seperti cat tembok belakang kantin
tempat kita belajar merokok dan membaca
puisiketika tubuh masih wangi, dilumuri lotion dan
pemutih kulit
deretan bakul berisi gorengan, plastik-plastik
penuh kerupuk, renyah seperti senyummu, yang
malu-malu kau sembulkan di bawah kacamata,
wajah tirus dan rambut ikal sebahu
“tidak ada yang lebih gagah dari gerimis” katamu
“dan matahari” sahutku
lalu sama-sama kita warnai bianglala
waktu itu gerimis masih perawan, dan matahari
belum berbiji
waktu itu tidak ada tindik di daun telingamu
waktu itu aku belum tahu bagaimana menyemai
matahari di daun telingamu
seperti kau tak tahu bagaimana cara
menunggu, memelihara rindu agar mekar dan
bersahaja
hingga aku tak perlu memecahkan cermin,
berteriak-teriak dan berjalan sambil
menangis pagi ini
Surabaya, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar