Kurikulum pendidikan nasional yang baru akan sulit dilaksanakan di berbagai daerah karena sebagian besar guru tidak siap. Ketidaksiapan guru itu tidak hanya terkait urusan kompetensinya namun juga karena rumusan kurikulum yang tidak kunjung disosialisasikan oleh pemerintah.
Guru-guru SD terutama di pedalaman akan kesulitan mengikuti hal-hal baru dalam waktu singkat apalagi metode tematik integratif dalam waktu singkat.
-- Sulistyo
Untuk mengatasi hal itu pemerintah didesak untuk membuat grand design yang jelas agar konsepnya tidak ditangkap secara parsial atau malah disalahmengerti. Grand design itu antara lain esensi dan perangkat pembelajaran yang harus disiapkan hingga implementasi secara bertahap melalui proyek percontohan.
Masukan-masukan itu dikemukakan para rektor Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) negeri dan swasta dan Persatuan Guru RI (PGRI) saat rapat dengar pendapat umum dengan komisi X DPR-RI, Kamis (10/1/2013) di Jakarta.
Ketua Pengurus Besar PGRI Sulistiyo mengemukakan hampir semua pergantian kurikulum pendidikan di Indonesia tidak pernah berhasil karena faktor implementasi. Dengan kata lain, faktor guru.
Ia khawatir kali ini juga akan sama saja. Guru tidak siap bukan karena kualitas kompetensinya melainkan karena banyaknya masalah yang membuat guru frustasi. Seperti urusan sertifikasi dan tunjangan guru.
"Guru-guru SD terutama di pedalaman akan kesulitan mengikuti hal-hal baru dalam waktu singkat apalagi metode tematik integratif dalam waktu singkat," kata Sulistiyo.
Pada kesempatan itu pula Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Sunaryo Kartadinata menekankan pentingnya proses pembelajaran. Untuk itu, pemerintah mau tidak mau harus meningkatkan kecakapan atau kompetensi guru. Guru tidak bisa hanya berpegang pada ketentuan baku yang harus dilakukan saat mengajar dan mengevaluasi.
"Proses yang penting agar guru bisa improvisasi. Munculnya improvisasi itu tergantung pada kepiawaian guru dalam mengajar," kata Sunaryo.
Untuk memastikan hal itu Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Bedjo Sujanto mengatakan guru harus selalu dikawal agar setiap saat dapat meningkatkan kompetensinya. Masalah utama di dunia pendidikan, kata Bedjo, tidak terletak pada kurikulum melainkan guru sebagai pelaksana di lapangan.
"Masalah pendidikan kita ada pada guru. Karena itu kompetensinya harus ditingkatkan. Fakta yang ada, mayoritas guru tidak mau tahu dengan prinsip proses pembelajaran. Mereka hanya terima jadi saja sehingga ketika ada perubahan kurikulum, mereka bingung," kata Bedjo.
LPTK siap Untuk menyiapkan guru yang siap mengimplementasikan kurikulum yang baru, Sunaryo mengingatkan hal itu juga tergantung pada kesiapan sistem. Hanya dengan begitu para calon guru dan guru akan mampu memahami kurikulum secara utuh.
"Masalahnya bukan siap atau tidak siap LPTK tapi sistemnya. Bangun pola pikir tentang pendidikan secara utuh," ujarnya.
Untuk calon guru, kata Bedjo, mereka selalu disiapkan dengan kurikulum yang ada sehingga akan mampu beradaptasi di lapangan.
Sosialisasi dan penyiapan guru untuk beradaptasi di lapangan membutuhkan waktu yang lama. Guru atau calon guru bisa saja melaksanakan kurikulum yang baru tanpa sosialisasi yang utuh dan penyiapan matang. "Bisa saja jalan tetapi akan sangat lambat," ujarnya.
Menanggapi masukan-masukan dari rapat dengar pendapat di DPR itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menegaskan pihaknya memang belum selesai menyiapkan guru karena akan berlangsung selama enam bulan. "Memang belum kita lakukan. Ini baru masuk tahap sosialisasi," ujarnya (sumber; Kompas.com).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar